TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Nirwala Dwi Heryanto menegaskan rencana pengenaan cukai untuk kantong plastik belanja bukan semata-mata untuk menambah penerimaan negara. Melainkan, untuk mengedukasi dan mengubah perilaku masyarakat guna mengurangi penggunaan kantong plastik yang berdampak negatif kepada lingkungan.
Simak: Pemerintah Targetkan Penerimaan Cukai Plastik Rp 500 M pada 2019
"Makanya target untuk 2019 itu Rp 500 miliar, padahal kalau lihat industrinya kan tidak mungkin cuma segitu," ujar Nirwala di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa, 18 Desember 2018. Ia berharap ke depannya juga masyarakat bisa menerapkan pengelolaan limbah yang baik.
Pemerintah sudah memasukkan target penerimaan cukai dalam Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sejak 2017. Kala itu, target penerimaan cukai plastik adalah Rp 1 triliun. Pada tahun 2018 dan 2019, target itu turun menjadi Rp 500 miliar. "Jadi saya tekankan target itu bukan semata untuk penerimaan negara."
Berbicara soal plastik, kata Nirwala, maka berbicara pula soal eksternalitas negatif. Selama ini, ketika pemerintah hendak menerapkan cukai pada plastik, pertentangan kerap muncul mengenai dampak terhadap industri plastik.
Namun, Nirwala mengatakan belum ada yang menyinggung besar biaya kerugian akibat dampak negatif plastik. Termasuk kocek yang perlu dikeluarkan untuk pemulihan lingkungan. "Dengan penerapan cukai, earmarkingnya juga jelas," ujar dia. Saat ini barang yang dikenakan cukai tercatat baru tiga jenis, yaitu industri tembakau, minuman keras dan etil alkohol.
Selain itu, Nirwala juga menjelaskan bahwa tidak semua jenis plastik akan dikenakan cukai. Penerapan kebijakan itu sama halnya seperti pada etil alkohol, yakni selama produk akhirnya bukan barang kena cukai maka tidak akan dikenakan cukai. Ia menyebut produk berbahan baku plastik yang akan dikenakan cukai adalah kantong belanja plastik alias kresek.
Sekretaris Jenderal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan pengenaan cukai pada kantong plastik belanja sudah direncanakan sejak beberapa tahun lalu. "Kenapa mau dikenakan? Karena karakteristik plastik sesuai dengan barang yang bisa dikenakan cukai, sesuai dengan Undang-undang Cukai," ujar dia.
Berdasarkan beleid itu, ada empat sifat dan karasteristik barang yang bisa dikenai cukai, antara lain adalah benda yang konsumsinya perlu dikendalikan dan peredarannya perlu diawasi. Karakteristik lainnya adalah benda yang pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Karakteristik lainnya adalah benda yang pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Dari persyaratan karakteristik itu, Susiwijono mengatakan kantong plastik belanja telah memenuhi poin-poin tersebut. Pasalnya, apabila menilik beberapa data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tercatat ada 9,8 miliar limbah kantong plastik setiap tahun dan akan mencemari lingkungan lebih dari 400 tahun.
"Hanya lima persen yang bisa didaur ulang, sisanya menempati 50 persen lahan tempat pembuangan akhir, jadi ini karakteristiknya cocok untuk barang kena cukai," ujar Susiwijono.
Ia mengatakan persoalan sampah plastik kini juga sudah menjadi persoalan yang dilirik masyarakat. Hal tersebut tampak dari beberapa inisiatif masyarakat untuk mengurangi penggunaan kantong plastik, di antaranya dengan adanya gerai yang tidak menyediakan kantong plastik, kampanye penggunaan kantong ramah lingkungan, hingga kampanye daur ulang.