Jakarta- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bertemu dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta terkait kasus peer to peer lending fintech atau pinjaman online yang merugikan peminjamnya. Dalam pertemuan hampir tiga jam tersebut, LBH Jakarta enggan memberi nama perusahaan pinjaman online yang diduga merugikan konsumen.
Baca: LBH: 25 Aplikasi Pinjaman Online Resmi Diduga Melanggar Aturan
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech, Otoritas Jasa Keuangan, Hendrikus Passagi menghargai laporan yang diberikan LBH. Namun, LBH belum memberikan nama-nama penyelenggara pinjaman online legal yang melakukan pelanggaran. "Kami baru diberi inisial saja," ucap dia di Kantor OJK, Jumat, 14 Desember 2018.
Ahad lalu, LBH Jakarta mengabarkan soal 1.330 aduan fintech bermasalah yang dilakukan penyelenggara pinjaman online. Dari 89 penyelenggara, 25 di antaranya ialah perusahaan resmi yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut Hendrikus, OJK akan langsung menindak langsung perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran dan terdaftar di OJK, jika benar-benar terbukti secara sah. Namun, hingga saat ini OJK belum mendapatkan satupun laporan dengan bukti yang sah dan kuat mengenai dugaan pelanggaran yang disebutkan LBH.
OJK, kata Hendrikus, sudah mulai melakukan penyelidikan terhadap beberapa nama inisial perusahaan yang diduga melakukan pelanggaran. "Prinsip kami dari OJK, mohon kami dibantu dengan kelengkapan data yang terbaik agar kami dapat menyelesaikan masalah secara baik," kata Hendrikus.
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jeanny Silvia Sari Sirat beralasan, belum diberikannya 25 nama perusahaan pinjaman online tersebut dikarenakan masih harus melakukan konsolidasi dengan para korban. Namun, dia berjanji dalam beberapa hari ke depan akan membeberkan nama-nama tersebut.
Menurut Jeanny, hal yang harus diselesaikan adalah sistem yang dibuat oleh OJK dan lembaga tersebut bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan pinjaman online ini. "Saya harus bilang bahwa tadi tidak ditemukan kesamaan pemahaman terkait itu," tutur dia.
Selasa lalu, Ketua Eksekutif Cash Loan Asosiasi Fintech Indonesia Sunu Widyatmoko meminta LBH Jakarta untuk membuka identitas 25 penyelenggara P2P lending atau pinjaman online terdaftar yang disebut melanggar.