TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, telah menerima 1.330 aduan mengenai pelanggaran yang dilakukan penyelenggara pinjaman online. Dari 89 penyelenggara, 25 di antaranya ialah perusahaan resmi yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baca: Pusing Banyak Cicilan Utang Setiap Bulan, Ini Tips Mengatasinya
Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Jeanny Silvia Sari menyebutkan 25 inisial perusahaan resmi yang diduga melakukan intimidasi kepada peminjamnya. "Terdaftarnya penyelenggara aplikasi di OJK, tidak menjamin minimnya pelanggaran," ujar dia di Kantor LBH, Ahad, 9 Desember 2018.
Jeanny menuturkan inisial perusahaan resmi tersebut, antara lain DR, RP, PY, TK, KP, DC, DI, RC, PG, UM, EC, CW, KV, DB, CC, UT, PD, PG, DK, FM, ID, MC, RO, PD, dan KC. LBH belum mau menyebutkan nama-nama perusahaan tersebut. Menurut Jeanny, pihaknya masih menunggu etikat baik dari perusahaan-perusahaan tersebut.
Kemudian, Jeanny menambahkan orang-orang yang mengalami penindasan bergender perempuan. "Sebanyak 72 persen jenis kelamin korban ialah perempuan," ucap dia.
Domisili pengaduan sebanyak 36,07 persen berasal dari DKI Jakarta, 27,24 persen dari Jawa Barat, 9,80 persen dari Banten, 8,30 persen dari Jawa Timur, 7,10 persen dari Jawa Tengah, 1,58 dari Sulawesi Utara, dan lainnya 7,47 persen dan berbagai daerah lainnya. Menurut Jeanny, OJK harus segera menyelesaikan masalah ini.
Sebelumnya, Juru Bicara Otoritas Jasa Keuangan, Sekar Putih Djarot menjelaskan ciri-ciri pinjaman online ilegal. Belakangan, banyak korban fintech peminjaman uang tersebut yang mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum.
"Fintech lending illegal selalu berupaya menghindari pendaftaran di OJK sebab mereka memang sejak awal tidak ingin transparan bahkan berupaya menyamarkan identitas pemilik dan pengelola serta alamat kantor di Indonesia," ujar Sekar.