TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tengah melakukan finalisasi berbagai kebijakan sektor perpajakan guna menunjang sektor investasi dan ekspor. Ia mengatakan kementeriannya segera menuangkan aneka kebijakan itu dalam rancangan peraturan menteri keuangan.
Baca: Jokowi Minta Sri Mulyani Evaluasi Insentif Pajak Karena...
"Misalnya fasilitas pajak tidak langsung untuk bidang Hulu Migas dan pengalihan Participating Interest dan Uplift. Itu sedang kita selesaikan bersama-sama dengan Kementerian ESDM,” kata Sri Mulyani dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, setkab.go.id, Rabu, 21 November 2018.
Pemerintah juga menambah jumlah kegiatan ekspor jasa yang bisa mendapatkan fasilitas insentif perpajakan dalam bentuk PPN tarif 0 persen sebanyak tujuh jenis jasa baru. Tujuh jasa beru itu antara lain jasa teknologi dan informasi, jasa untuk penelitian dan pengembangan, jasa hukum, jasa akuntansi pembukuan, jasa perdagangan, jasa interkoneksi, jasa sewa alat angkut dan jasa pengurusan alat transportasi.
Sementara, dalam rangka menarik devisa hasil ekspor, Kementerian Keuangan segera menyelesaikan insentif Pajak Penghasilan. Para pengusaha yang menaruh duitnya selama satu bulan di dalam negeri bakal mendapat keringanan PPh deposito, dari sebelumnya 15 persen, menjadi 10 persen.
Adapun pengusaha yang menyimpan duitnya di bank dalam negeri selama tiga bulan PPh final depositonya hanya dikenakan 7,5 persen. Sementara untuk pengusaha yang menaruh devisanya lebih dari 6 bulan akan bebas dari PPh deposito, alias nol persen.
“Apabila mereka mengkonversikan ke rupiah akan diberikan insentif lebih besar, yaitu apabila devisa hasil ekspor yang diletakkan dalam deposito rupiah (dalam waktu 1 bulan), maka PPh-nya menjadi hanya 7,5 persen; apabila 3 bulan dalam bentuk rupiah, makanya PPh-nya hanya 5 persen; dan apabila 6 bulan ke atas, (PPh) mereka 0 persen,” kata Sri Mulyani.
Peraturan lainnya yang segera dirampungkan, ujar Sri Mulyani, adalah mengenai Penggunaan Nilai Buku dalam rangka Penggabungan, Peleburan, dan Pemekaran Usaha. Kebijakan itu diharapkan dapat meningkatkan kapasitas perusahaan untuk melakukan merger, akuisisi, maupun pembentukan holding.
Sedangkan di sektor properti, peraturan yang disiapkan adalah terkait rumah dan apartemen. Kendala pada sektor itu adalah PPnBM yang terhitung sangat tinggi. Solusinya, pemerintah menaikkan batas bawah, yang tadinya Rp 20 miliar menjadi Rp 30 miliar. Selain itu pemerintah menurunkan PPh pasal 22 untuk pembelian hunian tersebut dari 5 persen menjadi 1 persen.
Pemerintah juga segera merampungkan aturan mengenai bea keluar mineral dan batu bara terkait kewajiban membangun smelter. Aturan lainnya adalah sial perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak untuk batubara.
Baca: Sri Mulyani Jawab Kritik Prabowo Soal Ketimpangan
Sri Mulyani berujar pemerintah juga bakal mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 ihwal PPN impor kendaraan angkutan terutama untuk sewa pesawat dari luar negeri. “Ini agar Indonesia, dibandingkan negara-negara ASEAN yang lain, bisa sama dari segi rezim PPN, terutama di bidang angkutan udara dalam bentuk sewa pesawat dari luar negeri,” ujar Sri Mulyani.