TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Grup Hubungan Internasional Bank Indonesia mengatakan terdapat risiko pada perekonomian pada akhir tahun 2018 ini. Risiko tersebut adalah defisit transaksi berjalan dan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Baca: Kurs Rupiah Jisdor Melemah Jadi Rp 14.747 per Dolar AS Hari Ini
"Risiko domestik, BI melihat CAD yang melebar, dan tekanan kurs," kata Wahyu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin, 12 November 2018.
Wahyu mengatakan walaupun ada tekanan, ekonomi Indonesia, tetap kuat tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang masih baik di atas 5 persen salam beberapa tahun ini. Menurut Wahyu, hal itu patut disyukuri, karena tidak terjadi di negara emerging, tekanan eksternal dan dampaknya ke eko AS. "Indonesia punya daya tahan ekonomi yang baik," katanya.
Hal ini, menurut Wahyu, ditopang oleh pertumbuhan konsumsi sektor swasta yang masih cukup kuat dan juga adanya fenomena pengeluaran yang ditopang dalam rangka pemilihan legislatif. Ekonomi domestik masih tumbuh kuat, juga terlihat dari kebutuhan impor yang tinggi. Juga, kata dia dari sisi ekspor, kinerja membaik, meski belum sesuai harapan
"Terutama dalam beberapa bualn terkahir neraca dagang ada tekanan. Tapi September kemarin catat surplus. Keseluruhan neraca perdagangan belum optimal dan topang pertumbuhan ekonomi kita," kata Wahyu.
Wahyu mengatakan tekanan dari luar yaitu akan naiknya suku bunga acuan di AS. "Imbal hasil menarik buat aliran modal keluar dan tercatat bahwa dana asing tercatat keluar US$ 0,3 miliar pada September walaupun Oktober kembali ke Indonesia," kata dia.
Lebih lanjut Wahyu mengatakan inflasi juga terkendali di kisaran 3,5 plus minus 1 persen sesuai target BI dan sistem keuangan masih terjaga. Juga kata Wahyu intermediasi perbankan kredit membaik. Pada Agustus kata dia, Agustus kredit tumbuh 12,2 persen. Wahyu berharap pada akhir tahun CAD bisa di bawah 3 persen.
Sedangkan kata Wahyu, Bauran kebijakan untuk mengendalikan nilai tukar rupiah dengan mengandalkan kenaikan suku bunga yang saat ini menjadi 5,75 persen. "Dan kedua melakukan intervensi ganda di pasar valas maupun di pasar SBN khususnya pasar sekunder untuk mitigasi balikkan modal asing di SBN," kata Wahyu.
Bank Indonesia mengumumkan kenaikan angka defisit transaksi berjalan pada triwulan III 2018 menjadi US$ 8,8 miliar atau 3,37 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut lebih tinggi ketimbang triwulan sebelumnya yang sebesar US$ 8 miliar atau 3,02 persen PDB.
Baca: BI Pastikan Defisit Transaksi Tak Bebani Rupiah, Caranya?
"Defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan III 2018 meningkat sejalan dengan menguatnya permintaan domestik," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman dalam keterangan tertulis, Jumat, 9 November 2018. Dengan kenaikan angka tersebut, secara kumulatif hingga triwulan III CAD tercatat 2,86 persen PDB alias masih berada dalam batas aman.
Simak berita menarik lainnya terkait rupiah hanya di Tempo.co.