TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk tak menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) dan menunda simplifikasi layer tarif cukai ditanggapi oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Airlangga menyebutkan keputusan pemerintah itu murni dari hasil kesepakatan semua kementerian.
Baca: Jokowi Batalkan Kenaikan Cukai Rokok, YLKI: Hal yang Ironis
Airlangga membantah soal adanya tekanan atau politisasi atas keputusan pemerintah yang diambil dalam rapat di Istana Bogor pekan lalu. "Pertimbangan pemerintah ya sudah diputuskan, tidak ada pertimbangan politik," katanya, Senin, 6 November 2018.
Kabar soal pertimbangan politik yakni yang berdekatan dengan Pemilihan Presiden 2019 di balik keputusan terkait CHT tersebut mencuat dalam rapat yang digelar beberapa waktu lalu. Kala itu, keputusan tersebut diambil lantaran ada khawatir jika kebijakan penaikan cukai diambil bakal menggerus suara di pedesaan khususnya masyarakat tembakau.
Terlepas dari hal itu, keputusan pemerintah tersebut juga sejalan dengan keinginan para pengusaha terkait kebijakan CHT. Salah satu bahan pemaparan pemerintah menunjukkan, para pelaku usaha menginginkan supaya SKT tetap berada di tarif rendah.
Pelaku usaha juga meminta supaya tidak ada kenaikan, hingga meminta pemerintah mempertimbangkan kembali keputusan untuk menggabungkan sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) dalam satu layer.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok tahun 2019 dan menunda penerapan kebijakan simplifikasi tarif cukai rokok. Sehingga tarif cukai rokok tetap sama dengan tahun 2018. Keputusan tersebut berdasarkan rapat kabinet yang dipimpin langsung oleh Presiden Jokowi di Istana Presiden Bogor.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI sebelumnya menyayangkan tidak dinaikkannya cukai rokok oleh Presiden Jokowi. Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan dalam konteks perlindungan konsumen dan kesehatan publik, hal ini adalah hal yang ironis dan paradoks.
"Pada konteks regulasi pembatalan ini adalah bentuk anti regulasi, karena UU Cukai mengamanatkan kenaikan cukai sampai 57 persen," ujar Tulus dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 3 November 2018.
Baca: Jokowi: 50 Persen Cukai Rokok untuk Tambal Defisit BPJS Kesehatan
Menurut Tulus, kebijakan pembatalan kenaikan cukai rokok membuktikan bahwa pemerintah Jokowi terlalu dominan dikooptasi dan diintervensi oleh kepentingan industri rokok, terutama industri rokok besar. Selain itu, pemerintah tidak memiliki visi terhadap kesehatan publik.
BISNIS