Jakarta - Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir 2018 ini hanya mencapai 5,2 persen saja atau di bawah titik tengah dari target tahun ini sebesar 5 hingga 5,4 persen.
Baca juga: BI Sudah Perhitungkan Revisi Pertumbuhan Ekonomi Dunia dari IMF
"Tapi bukan berarti pertumbuhan ekonomi kita itu jelek," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Kantor BI, Jakarta Pusat, Jumat, 26 Oktober 2018.
Perry mengatakan angka pertumbuhan ini cukup baik karena sumber-sumber pertumbuhan seperti konsumsi dan investasi masih sangat sehat. Selain itu, pertumbuhan 5,2 persen ini masih menunjukkan adanya proses recovery atau perbaikan. "Walau proses recovery tidak secepat yang kami bayangkan," ujarnya.
Ia mencontohkan faktor pertumbuhan seperti konsumsi yang masih tumbuh di atas 5 persen. Dengan angka segitu, kata Perry, artinya daya beli masyarakat cukup bagus karena harga-harga kebutuhan masih terkendali. Selain itu, kata dia, kondisi ini didukung oleh upah pekerja di beberapa sektor juga mulai mengalami kenaikan.
Selain itu, sumber pertumbuhan seperti investasi masih tumbuh di atas 7 persen. "Kan bagus toh?" ucap Perry. Di kuartal I 2018, kata dia, investasi tumbuh 7,95 persen dan memang sempat turun pada kuartal II menjadi 5,9 persen. Tapi di kuartal III diperkirakan kembali melebihi 7 persen.
Dengan angka ini juga, gairah dari industri dalam negeri dinilai masih bagus. Sebab, di sisi lain, BI mencatat industri pengolahan Indonesia sudah memasuki fase ekspansi pada kuartal III 2018.
Sejak 6 Agustus 2018, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2018 mencapai angka 5,27 persen atau lebih tinggi dari kuartal I 2018 yang hanya 5,06 persen. Angka 5,27 persen ini juga lebih tinggi secara tahunan karena pertumbuhan kuartal II 2017 hanya 5,01 persen. "Kuartal III perkiraan kami masih di atas 5 persen, tapi tetap di bawah titik tengah," ujar Perry.
Angka ini terpaut jauh dari janji Presiden Joko Widodo saat pemilu presiden 2014 yang menargetkan pertumbuhan ekonomi bisa melebihi 7 persen. Kementerian Keuangan sempat menyampaikan bahwa perkiraan itu memang disampaikan lantaran kondisi perekonomian global dunia di tahun tersebut masih cukup bagus.
Kali ini, Perry mengatakan bahwa faktor perekonomian global sangat berpengaruh. Menurut dia, sumber pertumbuhan dari Net External Demand atau selisih dari ekspor dan impor Indonesia, menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bertahan di kisaran 5,2 persen. Ia menyebut ekspor yang diharapkan bisa memicu pertumbuhan ekonomi belum maksimal karena memang permintaan global dalam kondisi sulit. "Kalo manufaktur ke Amerika masih bagus, tapi yang lain sulit seperti komoditas," ujarnya.
Di sisi lain, kebijakan pengendalian impor baru mulai dirasakan efeknya pada September 2018. Sebelumnya, salah satu komoditas impor yaitu minyak dan gas memang tercatat turun 25,2 persen pada September 2018. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan penurunan ini adalah dampak dari penerapan Biodiesel 20 persen sejak 1 September 2018.
Dengan kondisi tersebut, kata Perry, maka Net Eksternal Demand hingga Oktober 2018 ini memang belum menunjukkan kontribusi yang positif. "Itu kenapa pertumbuhan ekonomi masih di bawah titik tengah, penginnya sih (ekonomi) tumbuh lebih cepat," ujar Gubernur BI tersebut.