TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia atau BI Dody Budi Waluyo mengatakan BI sudah memperhitungkan revisi pertumbuhan ekonomi dunia menurut International Monetary Fund atau IMF, dari 3,9 persen menjadi 3,7 persen.
Baca juga: 4 Langkah BI Kuatkan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS
Baca Juga:
"Jadi sebenarnya semua itu sudah kami kalkulasi atau kami hitung (mengenai pertumbuhan yang menurun) sehingga pada saat kemarin kita press release (kebijakan menaikkan suku bunga) sudah menghitung hal itu," katanya saat ditemui awak media di area Bali Nusa Dua Convention Centre, Nusa Dua, Bali, Selasa, 9 Oktober 2018.
IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2018 dan 2019. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan tumbuh mencapai 3,7 persen dari sebelumnya 3,9 persen pada April dan Juli 2018, seperti dikutip dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Oktober 2018.
"April lalu, momentum perekonomian dunia membuat kami memperkirakan pertumbuhan sebesar 3,9 persen untuk 2018 dan 2019. Tapi, mempertimbangkan perkembangan yang terjadi kemudian, angka tersebut tampaknya terlalu optimistis," ujar Kepala Ekonom IMF Maurice Obstfeld saat menggelar konferensi pers dengan media di Ruang Medan, Bali Internasional Convention Centre, Nusa Dua, Bali, Selasa.
Dalam laporan WEO edisi Oktober 2018 tertulis bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi negara maju pada 2018 dan 2019 lebih rendah 0,1 persen dibanding perkiraan yang dibuat enam bulan lalu. Sedangkan bagi negara berkembang atau emerging market juga direvisi turun -0,2 persen dan -0,4 persen untuk tahun ini dan tahun depan.
Dody melanjutkan, pertumbuhan yang turun tersebut merupakan koreksi atau adjustment dari pertumbuhan ekonomi global yang tumbuh, tapi tidak sama. Menurut dia, ada growth differential (pertumbuhan yang tak sama) antara satu negara dengan negara lain atau keseluruhan negara.
Jika dahulu pertumbuhan ekonomi yang melambat selalu berkaitan dengan negara dengan fundamental yang lemah, Dody bercerita, sekarang semua negara, baik negara maju maupun berkembang, juga mengalami pelambatan pertumbuhan ekonomi. Kondisi global saat ini memang sedang mengalami tekanan ke bawah sehingga kecenderungan bisa mempengaruhi perdagangan dunia, mempengaruhi harga komoditas, dan permintaan, baik untuk negara maju maupun emerging market.
Karena itu, merespons kondisi demikian, Dody mengatakan BI akan tetap berusaha menstabilkan rupiah dan inflasi sesuai dengan tugas dan fungsi terkait dengan moneter. Meski demikian, kata Dody, kebijakan-kebijakan untuk menjaga kestabilan moneter dan inflasi tersebut tidak mengganggu momentum pertumbuhan.
"Tapi intinya adalah bagaimana kami melakukan mix policy (bauran kebijakan) dengan pemerintah untuk menjaga demand dan supply bisa terjaga," ucap Deputi Gubernur BI tersebut.