TEMPO.CO, Jakarta - Selama empat tahun masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla atau 4 tahun Jokowi-JK, beberapa target indikator ekonomi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 tidak tercapai. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan, hingga tingkat pengangguran.
“Di dalam RPJMN itu hampir sebagian besar target ekonomi tidak tercapai, kecuali inflasi yang relatif lebih terkendali,” kata peneliti Indef Bhima Yudhistira Adhinegara Bhima ketika dihubungi, Rabu, 18 Oktober 2018.
Hal senada diungkapkan Ketua Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri. Menurut dia, dari beberapa indikator ekonomi, inflasi menjadi poin positif dalam pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla. Bahkan dalam dua bulan terakhir terjadi deflasi. Namun secara keseluruhan, Yose menilai ekonomi di era Jokowi-Jusuf Kalla cenderung stagnan.
Tempo mencoba melihat kembali beberapa target indikator ekonomi berdasarkan dokumen Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2015-2019 yang diteken Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang P.S Brodjonegoro pada Agustus 2017.
Berikut rapor 4 tahun Jokowi berdasarkan indikator di RPJMN 2015-2019 beserta tabel yang diambil dari dokumen Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2015-2019.
Pertumbuhan Ekonomi
Daftar target dan realisasi Pertumbuhan Ekonomi RPJMN 2015-2019.
Dalam dokumen Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2015-2019 yang diteken Menteri PPN atau Kepala Bappenas Bambang P.S Brodjonegoro pada Agustus 2017, tertulis target pertumbuhan ekonomi 2019 mencapai 8 persen. Dalam tabel Capaian Sasaran Pokok Pertumbuhan Ekonomi RPJMN 2015-2019, tercatat target pertumbuhan ekonomi pada 2015 dan 2016 meleset. Pada 2015, targetnya 5,8 persen, namun realisasinya hanya 4,88 persen.
Adapun pada 2016 target pertumbuhan ekonomi 6,6 persen, tapi realisasinya 5,02 persen. Pada 2017, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,07 persen dari target 5,2 persen. Namun, menurut BPS, pertumbuhan tersebut tertinggi sejak 2014. Adapun pada semester I 2018, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17 persen.
Bhima mengatakan realisasi pertumbuhan ekonomi dalam 4 tahun terakhir hanya sekitar 5 persen. Menurut dia, target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada 2019 terlalu tinggi dengan mengesampingkan fakta bahwa ekonomi Indonesia sangat bergantung pada harga komoditas.
“Penyebab stagnasi pertumbuhan ekonomi juga karena porsi industri manufakturnya terus menurun terhadap PDB. Di kuartal II 2018 bahkan sempat di bawah 20 persen,” kata Bhima. “Di era Jokowi, kita terlalu cepat loncat ke sektor jasa, meninggalkan industri yang makin turun.“
Adapun Yose mengatakan seharusnya target pertumbuhan ekonomi ditetapkan secara realistis. Ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 2000-an berkisar antara 5 persen, target 8 persen dianggap kurang realistis.
Sedangkan Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan pertumbuhan ekonomi membaik diikuti mutu yang mengesankan. “Karena sejak 2004 untuk pertama kalinya pertumbuhan ekonomi yang meningkat diiringi dengan penurunan kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan sekaligus,” kata dia.