TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastadi mengatakan keputusan soal harga bahan bakar minyak (BBM) premium yang beberapa hari lalu mencuat, menjadi sebuah tanda adanya atas koordinasi yang buruk antar kementerian.
"Seharusnya memang ketika kebijakan itu dikeluarkan karena itu sudah merupakan produk dari keputusan bersama dan ini kami lihat ada miss koordinasi. Miss koordinasi ini memicu sinyal yang buruk bagi investor. Karena ini sebuah sinyal ketidakpastian bagi para investor untuk masuk ke Indonesia," kata Fithra saat ditemui di Warung Daun Cikini, Sabtu, 13 Oktober 2018.
Baca: Elektabiitas Jokowi Bisa Terpengaruh Akibat Tak Tegas soal BBM
Kemarin, menurut Fithra adalah momentum ketika IMF-World ada di Bali, masuk dan melihat koordinasi penyelenggaraan acara yang baik antar lembaga pemerintah. "Tapi, kemudian ada noda, noda hitamnya tadi, yaitu miss koordinasi," ujar Fithra.
Lebih lanjut menurut Fithra memang BBM Premium harus dinaikkan. "Tidak bisa bilang tidak. Kalau kita lihat dari CAD penyumbang terbesarnya adalah dari sisi neraca migas. Kalau kita berbicara CAD, ini salah satu faktor mempengaruhi depresiasi rupiah sehingga memotong subsidi atau mengurangi subsidi ini adalah salah satu mengurangi itu," kata Fithra.
Sebelumnya pada pukul 17.50 WITA Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atau ESDM, Ignasius Jonan mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM Premium menjadi Rp 7000 per liter mulai hari ini, Rabu, 10 Oktober 2018. Kenaikan harga ini, kata Jonan, akan berlaku di wilayah Jawa, Madura dan Bali.
"Pemerintah mempertimbangkan Premium mulai hari ini jam 18.00 WIB, paling cepat, tergantung dari persiapan Pertamina mensosialisasikan sebanyak 2500 SPBU yang menjual Premium naik sekitar 7 persen," kata Jonan saat mengelar konferensi pers di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali, Rabu, 10 Oktober 2018.
Jonan mengatakan untuk kenaikan Premiun di Jawa, Madura dan Bali naik dari Rp 6.550 per liter menjadi Rp 7.000 per liter. Sedangkan, kenaikan di luar Jawa, Madura dan Bali naik menjadi Rp 6.900 per liter dari sebelumnya, Rp 6.450 per liter.
Pada pukul 19.00 WITA di hari yang sama, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan pemerintah tidak menaikkan harga BBM Premium.
HENDARTYO HANGGI | DIAS PRASONGKO