TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pihaknya akan terus memantau impor barang konsumsi yang sedang berusaha dikendalikan oleh pemerintah. Salah satu langkahnya adalah menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 terhadap 1.147 pos tarif atau barang komoditas.
Baca: Ekonomi Global Berfluktuasi, Sri Mulyani: Adjustment, Adjustment
Pengendalian impor barang konsumsi dilakukan sebagai bagian dari upaya pemerinah menahan laju pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sudah menembus level Rp15.000.
"(Sebanyak) 1.147 (pos tarif) itu nanti akan kami lihat laporannya setiap pekan dan posisi terakhir sudah menunjukkan penurunan. Namun kami akan lihat Oktober pekan pertama ini," ujarnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 4 Oktober 2018.
Salah satu penyebab pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS adalah defisit neraca transaksi berjalan. Adapun penyebab lainnya termasuk sentimen peningkatan suku bunga bank sentral AS dan sentimen perang dagang antara AS dengan China.
Dalam defisit neraca transaksi berjalan, nilai impor lebih besar dibandingkan dengan nilai ekspor. Pengendalian impor barang konsumsi adalah satu upaya untuk mengurangi defisit tersebut.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), defisit transaksi berjalan pada kuartal II/2018 tercatat sebesar US$8 miliar atau 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut melebar dibandingkan dengan kuartal II/2017 yang sebesar 1,96 persen dan juga lebih besar dibandingkan dengan kuartal I/2018 yang sebesar 2,2 persen atau sekitar US$ 5,5 miliar.
Di samping pengendalian impor barang konsumsi, Sri Mulyani mengatakan upaya lainnya adalah kebijakan pencampuran 20 persen biodiesel ke bahan bakar solar atau yang dikenal sebagai kebijakan B20. Kebijakan B20 itu mulai berlaku pada 1 September 2018.
"Untuk BBM, yang merupakan komponen impor terbesar, kami harap B20 bisa mengurangi. Tapi kami akan lihat karena akhir September 2018 terjadi kenaikan. Dengan adanya bencana seperti ini akan ada kebutuhan dan kami akan melihat apa yang sifatnya temporer dan sifatnya tren atau kecenderungan," ujar Sri Mulyani.
Adapun bencana yang dimaksud adalah gempa dan tsunami yang melanda Palu, Donggala, dan sekitarnya di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) pada Jumat, 28 September 2018.
BISNIS