TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan proses kajian terhadap 500 komoditas barang konsumsi, barang modal, dan bahan baku impor masih berlangsung. Hal ini dilakukan merespons rencana pemerintah menyetop impor 500 komoditas ini untuk menyelamatkan defisit transaksi berjalan yang terus membesar.
Baca: Sri Mulyani Minta 500 Komoditas Impor Dibatasi, Ini Sebabnya
"Kami kami lakukan kajian dan akan diperinci satu per satu," kata Airlangga dalam acara Dialog Nasional 21 “Indonesia Maju” di Puri Bengawan Bogor, Sabtu, 25 Agustus 2018.
Ketua Umum Partai Golkar ini semula telah menjamin bahwa mayoritas dari penghentian impor ini dilakukan pada barang konsumsi, bukan barang modal atau bahan baku. Namun, saat dikonfirmasi, Airlangga pun belum mengetahui berapa persentase barang konsumsi atau modal yang akan disetop.
Baca: Penjualan E-commerce Turun saat Impor Barang Dibatasi?
Lonjakan barang impor dan membesarnya defisit telah membuat pemerintah menyiapkan sejumlah upaya untuk menekannya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan dari Januari sampai Juni sudah mencapai US$ 1,02 miliar. Per Juli 2018, nilai impor pun mencapai US$ 18,27 miliar atau tumbuh 62,17 persen month-to-month (mtm).
Belakangan nilainya berubah menjadi 900 komoditas, khusus untuk barang konsumsi. Karena itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah sedang melakukan evaluasi, terutama terhadap barang-barang konsumsi yang selama ini sudah terkena PPh pasal 22 impor.
Menurut Sri Mulyani, barang impor yang sudah diproduksi dalam negeri, terutama oleh UMKM, pemerintah akan lebih tegas mengendalikannya. "Karena impor dari barang-barang yang memang sudah bisa diproduksi oleh industri dalam negeri, terutama UMKM, maka kami akan melakukan langkah yang sangat tegas mengendalikan barang konsumsi tersebut," ujar Sri Mulyani.
HENDARTYO