TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) dianggap tidak perlu menaikkan suku bunga acuan pada rapat kebijakan Rabu, 15 Agustus 2018. Sebab, amunisi "pengetatan moneter" sebaiknya disimpan untuk menghadapi dua kali kenaikan suku bunga Federal Reserve di sisa tahun.
Baca juga: Sinyal BI Kembali Naikkan Suku Bunga Acuan
"Tekanan rupiah saat ini hanya karena kepanikan asing yang keluar dari 'emerging market' karena situasi kejatuhan mata uang Lira Turki," ujar Direktur Keuangan dan Treasuri BTN Iman Nugroho Soeko saat berbincang di Jakarta, Selasa, 14 Agustus 2018.
Dia mengatakan tekanan global dari krisis Turki yang telah melemahkan nilai rupiah, belum begitu relevan menjadi alasan Bank Sentral untuk menaikkan suku bunga "7-Day Reverse Repo Rate".
Posisi suku bunga acuan BI saat ini sebesar 5,25 persen yang telah naik 100 basis poin sejak awal tahun, kata Iman, masih cukup memadai. Lebih baik, BI melihat dahulu efek rambatan dari kenaikan suku bunga acuan yang telah dilakukan.
Depresiasi Lira yang begitu dalam dan pertikaian Turki dengan AS membuat investor asing panik. Mereka pun melarikan investasi valasnya dari negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Baca Juga:
Padahal perlu diingat, kata Iman, Turki bukan negara mitra dagang utama Indonesia. Karena itu krisis keuangan di Turki tidak akan serta merta langsung berdampak ke Indonesia, meskipun memang tetap perlu diwaspadai terkait dampak dari pelemahan nilai tukarnya.
"Lebih relevan jika kenaikan bunga untuk antisipasi The Fed," ujar Iman.
The Fed kuat diperkirakan konsensus pasar akan menaikkan suku bunga acuannya dua kali lagi pada tahun ini dari level sekarang di 1,75-2 persen.
Ekonom PT. Bank Permata Tbk Joshua Pardede menilai Bank Sentral masih perlu mempertahankan kebijakan untuk meningkatkan ketertarikan asing terhadap aset-aset rupiah. Dia menganggap BI masih memiliki ruang kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin di sisa tahun ini.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo pada Senin mengatakan BI masih menimbang opsi menaikkan suku bunga acuan di Agustus 2018 ini untuk menstabilkan nilai tukar, di samping upaya intervensi ganda di pasar valas dan Surat Berharga Negara.
ANTARA