TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Tjahya Widayanti mengatakan harga cabai merah keriting mulai merangkak naik dalam seminggu terakhir. Dugaannya, harga cabai naik karena total suplai cabai di tingkat produsen sudah lama mengalami penurunan.
"Tapi saya belum tahu dari kapan, karena baru lihat datanya kemarin," kata dia saat ditemui dalam acara seminar nasional "Menelaah Model Konsumsi Pangan Indonesia Masa Depan" bersama Perhimpunan Ekonom Pertanian Indonesia di Jakarta, Rabu, 8 Agustus 2018.
Dalam waktu dekat ini, kementerian akan segera mencari penyebab sebenarnya dari kenaikan harga ini. Semula Tjahya sempat menyebutkan adanya kekeringan di sejumlah daerah yang mengancam komoditas bahan pokok seperti beras. Tapi, Ia juga belum bisa memastikan apakah telah ikut mempengaruhi harga cabai.
Berdasarkan data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, harga cabai merah keriting dalam seminggu terakhir memang mengalami kenaikan. Pada 1 Agustus 2018, rata-rata harga masih di kisaran Rp 36.350 per kilogram. Sementara per hari ini, 8 Agustus 2018, angkanya merangkak naik menjadi Rp 40.250 per kilogram.
Saat ini, ada lima daerah yang memiliki rata-rata harga cabai merah keriting tertinggi. Kelima daerah ini yaitu Kalimantan Tengah dengan harga cabai Rp 53.750 per kilogram, Nusa Tenggara Timur Rp 56.250, Maluku Rp 60.000 Papua Barat Rp 55.000 dan Papua Rp 60.000. Harga ini terpaut jauh dengan harga terendah seperti di Lampung dengan Rp 27.400 maupun Sulawesi Selatan sebesar Rp 28.150.
Dari data Badan Pusat Statistik, kata Tjahya, cabai merah keriting beserta beras dan bawang merah telah menjadi penyumbang inflasi terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Tapi toh ternyata, tidak semua kenaikan harga terjadi karena gangguan distribusi atau penimbunan dari pedagang. Beberapa kenaikam terjadi karena memang suplainya yang kurang. "Kalo masalah di supply saya gak bisa masuk tapi kalau distribusi, saya bisa lakukan antisipasi," ujarnya.