TEMPO.CO, Jakarta - Eskalasi tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China semakin panas. Setelah pekan lalu Negeri Paman Sam meningkatkan tarifnya kepada Negeri Panda, sekarang giliran China yang memberikan balasan.
Simak: Strategi Jokowi Antisipasi Ancaman Perang Dagang
Pekan lalu, AS mengubah proposal ancaman tarifnya yang semula 10% menjadi 25% untuk produk impor asal China yang senilai US$200 miliar.
China pun akhirnya bereaksi dengan mengeluarkan daftar yang berisi produk impor asal AS senilai US$60 miliar untuk dikenakan tarif sebesar 25%. Salah satu produk AS yang rentan di dalam daftar tersebut adalah produk gas alam cair (LNG).
Presiden AS Donald Trump menyatakan tarifnya kini mulai berdampak terhadap China.
“Kita benar-benar telah mengubah China, dan kini saatnya kita mengubah diri sendiri,” ujar Trump di Ohio, seperti dikutip Reuters, Minggu 5 Agustus 2018.
Lebih lanjut dia juga mengatakan bahwa harga saham China telah jatuh dan melemahkan posisi Negeri Panda di dalam perundingan perdagangan.
“Pasar AS semakin kuat dari sebelumnya. Sementara pasar China telah jatuh 27% dalam empat bulan terakhir, dan mereka mulai membuka percakapan dengan kita [AS],” kata Trump.
Namun, pengukuran untuk saham China yang dimaksud Trump masih belum jelas. Adapun, indeks S&P 500 yang mengukur saham mayoritas perusahaan AS masih belum dapat kembali ke level tinggi seperti pada Januari sejak Trump memulai tensi dagang.
Baik AS maupun China menyatakan tidak akan menyerah dalam tensi perang dagang tersebut. Menlu China Wang Yi menyebutkan bahwa tindakan balasan dari China semata untuk menjaga perdagangan bebas.
“Langkah yang kami ambil mempertimbangkan kepentingan masyarakat kami dan berpegang pada aturan rezim Organisasi Dagang Dunia,” katanya di Singapura.