TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan atau Kemenkeu bakal mengeksaminasi tiap tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang diusulkan kementerian dan lembaga bisa dipungut atau tidak. Hal ini menyusul revisi Undang-undang PNBP yang resmi disahkan Dewan Perwakilan Rakyat kemarin, Kamis, 26 Juli 2018.
Baca: Sri Mulyani: APBN 2018 Cukup untuk Membiayai Belanja Negara
"Kita tahu Kementerian dan Lembaga nafsu bikin tarif sebanyak-banyaknya," ujar Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat, 27 Juli 2018.
Saat ini, kata Askolani, paling tidak ada 70 ribu tarif yang diusulkan oleh Kementerian dan Lembaga. Tarif itu kini akan dinilai kembali kelayakannya.
Baca: Kemenkeu: Tambahan Subsidi Solar Bisa Ditagihkan September 2018
Dengan begitu, Askolani mengatakan puluhan ribu tarif itu nantinya bisa diharmonisasi. Sehingga, secara perlahan tarif itu bisa diturunkan jumlahnya. "Jadi hanya yang betul-betul layak untuk dipungut Kementerian Lembaga," tuturnya.
Dalam beleid baru ini, verifikasi memang menjadi poin penting guna memperbaiki tata kelola. Setiap instansi pengelola PNBP wajib melakukan verifikasi dan pengelolaan piutang. Sebelumnya, tugas itu diserahkan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan saja.
"Di UU itu, kementerian dan lembaga selain dia mengusulkan PP-nya dan mengeksekusi pungutannya, dia juga wajib melakukan verifikasi penerimaan pungutan itu," kata Askolani.
Tarif PNBP nantinya akan ditentukan oleh tiga gradasi, yaitu UU, PP, dan Peraturan Menteri Keuangan. PMK dikhususkan untuk tarif dengan dinamika yang cepat alias cepat berubah sesuai kondisi pasar. "Untuk mengantisipasi perubahan dalam waktu singkat dan tetap memberikan payung hukum, maka dimungkinkan menggunakan PMK," ujar Askolani.
Simak berita menarik lainnya terkait Kemenkeu hanya di Tempo.co.