TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menyebutkan tengah mengadakan diskusi dengan berbagai pihak untuk merumuskan tarif cukai rokok. "Tentunya kami akan melihat kepentingan dari semua pihak, termasuk dari aspek kesehatan dan ke industrinya, serta industri tembakau dan petaninya," ujar Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi di Jakarta, Senin, 23 Juli 2018.
Baca: Produksi Rokok Sejak Awal Tahun Terus Turun, Ini Sebabnya
Seperti diketahui, kenaikan tarif cukai rokok menjadi salah satu agenda pemerintah untuk mengendalikan produk hasil tembakau. Selain melalui tarif, pemerintah berencana menyederhanakan pengenaan tarif cukai melalui implementasi PMK Nomor 146/PMK.03/2018 tentang Tarif Cukai Tembakau.
Sesuai dengan beleid itu, proses penyederhanaan tarif cukai akan dilakukan secara gradual. Misalnya, jika saat ini terdapat 10 kelas atau strata, ke depan akan terus berkurang hingga ke level 5 kelas.
Baca: Pemerintah Beri Relaksasi, Cukai Vape Mulai Dipungut Oktober
Adapun roadmap tentang simplifikasi strata rokok tersebut dianggap akan sangat membantu DJBC memerangi peredaran rokok ilegal. Apalagi, selain digunakan sebagai modus kejahatan cukai, strata yang terlampau banyak menjadi celah bagi pengusaha nakal untuk menggunakan tarif cukai yang lebih murah daripada yang seharusnya dibayarkan.
Dalam regulasi itu, penyederhanaan struktur tarif cukai hasil tembakau untuk jenis sigaret kretek tangan, sigaret kretek mesin, dan sigaret putih mesin dimaksudkan untuk tiga hal. Pertama, optimalisasi penerimaan cukai hasil tembakau.
Kedua, meningkatkan kepatuhan pengusaha pabrik hasil tembakau atau importir. Ketiga, penyederhanaan sistem administrasi di bidang cukai.
Selain dari aspek kebijakan, untuk menutup celah pelanggaran, peran pengawasan terkait peredaran barang kena cukai (BKC) ilegal yang mencakup hasil tembakau, minuman mengandung etil alkohol, dan etil alkohol terus dilakukan pemerintah. "Nah ini salah satu yang akan kami tegakkan, jangan sampai tarif itu tidak tepat, kemudian mengakibatkan naiknya rokok ilegal," kata Heru.
Data Ditjen Bea Cukai menunjukkan tren penindakan terhadap BKC ilegal terus mengalami kenaikan. Rata-rata penindakan pada awal Mei 2015-2018 mencapai 2.522,2 penindakan, dengan kasus tertinggi terjadi pada Mei 2017 sebanyak 3.965 penindakan.
Dari jumlah tersebut, penindakan terhadap cukai hasil tembakau (CHT) tercatat yang paling sering dilakukan oleh otoritas kepabeanan. Hingga awal Mei 2018, jumlahnya mencapai 2.100 atau masih lebih tinggi dibanding 2015 dan 2016. Namun terlihat ada penurunan dibanding penindakan pada tahun lalu, yang jumlahnya mencapai 3.369.
Secara persentase, rata-rata penindakan terhadap cukai hasil tembakau mencapai sekitar 80 persen dari keseluruhan penindakan yang dilakukan oleh DJBC selama 2015-2018 (data dihitung sampai dengan awal Mei). Namun, jika dilihat dari sisi nilai barang yang berhasil ditindak, penindakan terhadap BKC hasil tembakau hingga awal Mei 2018 tercatat paling rendah dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Adapun nilai barang yang ditindak pada periode tersebut hanya Rp 84,1 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang nilainya Rp 221,4 miliar. Sedangkan pada 2016 nilai barang yang ditindak sebesar Rp 213,5 miliar dan pada 2015 nilainya sekitar Rp 86,4 miliar.
Simak berita menarik lainnya terkait cukai rokok hanya di Tempo.co.