TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Eksternal dan Fiskal PT HM Sampoerna Elvira Lianita mengatakan volume industri rokok turun 2,6 persen tahun 2017. Menurut Elvira, sebab penurunan itu karena melemahnya konsumsi ritel dan perubahan perilaku konsumen.
Selain itu, perubahan pola pembelian konsumen ke produk-produk value price berperan mempengaruhi pasar industri rokok, karena menambah tingkat kompetisi dan tekanan pada portofolio produk perseroan.
"Ditambah adanya kenaikan harga jual yang dipicu oleh kenaikan pajak cukai yang lebih tinggi dari tingkat inflasi," kata Elvira menjelaskan sebab lain atas penurunan volume industri rokok, Jumat, 27 April 2018.
Tarif cukai hasil tembakau kerap naik setiap tahun. Untuk tahun 2018, pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau dengan persentase tertimbang sebesar 10,04 persen. Kenaikan tarif itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Lebih rinci, dalam peraturan itu dimuat bahwa persentase kenaikan tertimbang tarif cukai 2018 untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) sebesar 10,9 persen dan Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 13,5 persen. Selanjutnya, untuk Sigaret Kretek Tangan (SKT) naik sebesar 7,3 persen.
PT HM Sampoerna, menurut Elvira berharap pemerintah dapat mengambil kebijakan fiskal dan regulasi yang tepat. Kebijakan itu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek tenaga kerja dan kelangsungan industri.
"Mengingat industri ini memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang signifikan, baik di pabrikan, pertanian tembakau dan cengkih, maupun rantai perdagangan rokok," katanya.
Dalam laporan akhir tahun PT HM Sampoerna, pendapatan bersih perseroan tercatat sebesar Rp 99,1 triliun pada tahun 2017. Pendapatan itu berasal dari penjualan 101,3 miliar batang rokok. Perseroan mengklaim telah membayar pajak pada pemerintah sebesar Rp 70,3 triliun tahun 2017.