TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira sepakat dengan rencana Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang akan mengevaluasi pengelolaan dana desa. Menurut Bhima, selama ini penggunaan dan pengelolaan dana desa belum efektif.
"Iya memang perlu dievaluasi. Jangan sampai dana desa mubazir," kata Bhima kepada Tempo, Selasa, 17 Juli 2018.
Menurut Bhima, selama ini instrumen pemerataan ekonomi lewat dana desa belum bekerja optimal karena birokrasi pencairan yang masih lambat. Ditambah belum ada sektor usaha produktif yang dikembangkan dari dana desa. Misalnya, pengembangan dana desa lewat Badan Usaha Milik Desa yang bergerak di industri rumahan pengolahan produk pertanian.
Baca: Sri Mulyani: Pemerintah Kucurkan Rp 39 T untuk Subsidi Energi
Bhima mengingatkan tantangan untuk mengatasi ketimpangan dan kemiskinan paling berat adalah menjaga stabilitas harga pangan dan harga energi. Tren fluktuasi nilai tukar rupiah ditambah peningkatan harga minyak mentah menjadi pendorong naiknya beberapa harga kebutuhan pokok. "Kelompok miskin sangat rentan terhadap perubahan harga, khususnya beras," ujar Bhima.
Bagi Bhima, paling penting untuk menekan angka kemiskinan adalah mendorong industrialisasi di sektor padat karya. Sebab semakin banyak industri tingkat pengangguran bisa turun dan pendapatan rata-rata masyarakat akan naik.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan survei yang menyatakan bahwa ketimpangan di desa pada Maret 2018 naik menjadi 0,324 atau setara 1,25 persen dibandingkan Maret 2017. Menanggapi hal ini, Sri Mulyani bersama Kementerian Desa, Menteri Bappenas dan Menteri Dalam Negeri berencana mengevaluasi transfer dana desa yang digunakan untuk memperbaiki kemiskinan dan ketimpangan di desa.