TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah rumah Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir, Ahad lalu, 15 Juli 2018. Penggeledahan disebut terkait penyidikan tindak pidana korupsi suap kesepakatan kerja sama pembangunan PLTU Riau -1, yang melibatkan anggota DPR Eni Maulani Saragih.
Menurut pengamat energi Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi, pembangunan PLTU Riau-1 memang perlu dilakukan akselerasi. "PLTU Riau-1 adalah bagian dari 35 ribu megawatt yang harus diselesaikan 2019-2020," kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 16 Juli 2018.
Baca Juga:
Dengan pembangunan itu, kata dia, memang ada kekhawatiran terjadinya over supply atau kelebihan pasokan di daerah Sumatera. "Saat ini, kalo dilihat sekarang iya (surplus listrik) nah tapi pembangunan 35 ribu MW ini memang harus dipersiapkan," ucap dia.
Ia meminta masyarakat melihat lebih jauh pembangunan PLTU ini untuk kebutuhan industri ke depan. "Cara berpikirnya harus bisa melihat ke depan jadi kalau misalnya Sumatera tidak butuh listrik sebanyak itu dan tidak dibangun tapi saat ke depan industri tumbuh nanti nggak siap," ucap dia.
Baca: Suap Eni Saragih, KPK Geledah 5 Lokasi Termasuk Rumah Dirut PLN
Sebelumnya anggota Jejaring Sumatera untuk Energi Bersih, Ali Akbar mengatakan Pulau Sumatera dan daerah lain di Indonesia tidak membutuhkan PLTU berbahan bakar batu bara sebagai sumber energi. Sebab kondisi saat ini, khususnya di Sumatera, jumlah daya yang tersedia sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri.
Ali menjelaskan, hal itu didasarkan pada data Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027 menyebutkan daya listrik yang tersedia di Pulau Sumatera sebanyak 8.000 Megawatt (MW) denga daya terpakai sebesar 5.500 MW. Dengan kata lain, saat ini Sumatera mengalami kelebihan daya listrik atau surplus sebesar 2.500 MW. Lalu, dengan kondisi surplus daya tersebut, pemerintah akan menambah lebih 7.000 MW listrik yang bersumber dari batu bara.
PLTU Riau -1 yang menjadi pusat perhatian publik sejak akhir pekan lalu berkapasitas 2 x 300 megawatt. Proyek ini merupakan Konsorsium Blackgold Natural Resources, PT Samantaka Batubara (anak perusahaan Blackgold), China Huadian Engineering Co. Ltd. (CHEC), PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) dan PT PLN Batubara (PLN BB).