TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyebut Indonesia tidak bisa berbuat banyak terhadap perang dagang yang terjadi antara dua negara adidaya, Amerika Serikat dan Cina. Meski, ia mengatakan tidak senang dengan adanya kondisi itu.
"Walaupun perang dagang itu merugikan semuanya, kita tidak bisa banyak berbuat, sebab antara Cina, Eropa dan Amerika saja mereka enggak bisa bicara. Kita cari saja keuntungan untuk kita," ujar Darmin di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis, 21 Juni 2018.
BACA:Perang Dagang AS Cina Dongkrak Kenaikan Harga Emas
Ketimbang memusingkan fenomena itu, Darmin mengatakan Indonesia kini masih sibuk mengurusi dirinya sendiri. "Bahwa kita sejak 2-3 bulan lalu itu kursnya agak terganggu."
Bukan hanya itu, dalam periode yang sama pula neraca perdagangan Indonesia masih negatif alias defisit. "Itu jadi yang nomor satu kita urusi, kita tidak perlu terlalu fokus kepada perang dagang orang-orang itu, fokus pada urusan kita saja," kata Darmin.
Artinya, pemerintah kini tengah memutar otak untuk mengembalikan neraca perdagangan Indonesia ke angka positif. Menurut dia, defisitnya neraca perdagangan Indonesia belakangan ini dipicu oleh melonjaknya impor menjelang lebaran. Serta, melesunya pertumbuhan ekspor, yang utamanya dipicu oleh kebijakan negara lain, misalnya bea masuk CPO di India yang terlampau tinggi.
BACA: Perang Dagang, Neraca Perdagangan Indonesia Terancam Defisit
Meski demikian, Darmin tetap mengikuti dan memantau perkembangan perang dagang itu. Khususnya untuk melihat peluang Indonesia mendapatkan keuntungan dari situasi yang semakin menghangat itu.
Misalnya, dengan mengambil ceruk pasar ekspor alumunium dan besi ke AS lantaran Indonesia tidak dikenakan bea masuk yang besar. "Kita akan bisa memulai dengan situasi bea masuk itu. Sebab situasi kita berbeda dengan situasi yang dihadapi negara-negara yang sudah lama mengekspor ke Amerika (dikenai bea masuk tinggi)," ujar Darmin.
Perang dagang antara Amerika dan Cina makin menghangat setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif impor untuk 800 produk asal Cina dengan total nilai US$ 50 miliar terhitung mulai 6 Juli 2018. Produk otomotif andalan Cina termasuk yang akan mengalami kenaikan tarif di Amerika.
Sebagai balasan, Cina pun bersiap mengenakan tarif impor pada 659 produk asal Amerika, mulai kedelai, mobil, hingga makanan laut.
BACA:Perang Dagang AS-Cina, Menko Darmin Lihat Peluang bagi Indonesia