TEMPO.CO, Jakarta- Corporate Secretary PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Rohan Hafas menceritakan awal mula mencuatnya kasus pembobolan program kredit mereka oleh PT Tirta Amarta Bottling. Ia menyebut perusahaan air minum kemasan itu pada awalnya merupakan debitur yang baik.
"PT TAB (Tirta Amarta Bottling) sebetulnya start-nya (pengajuan kredit) bagus. Ya perusahaan yang mulainya baik," tutur dia di Gedung Plaza Mandiri, Senin, 21 Mei 2018.
Baca: Bank Mandiri Yakin Tutup Kerugian Meski Dibobol Rp 1,8 T
Rohan menyebut kasus ini merupakan efek dari terlalu ambisiusnyaTirtaAmarta untuk mengembangkan usahanya. Sedangkan semangat itu tidak sejalan dengan perjalanan penjualan produknya.
Menurut Rohan, kasus ini mulai tercium saat Mandiri melakukan audit terhadap seluruh kredit sektor small medium enterprise-nya (SME) pada tahun 2016 lalu. Audit tersebut dilakukan lantaran saat itu sedang terjadi pelemahan ekonomi, khususnya di sektor pertambangan dan komoditas. Sehingga, Mandiri bisa tau perusahaan mana saja yang kreditnya perlu diatur ulang.
"Dampak pelemahan itu banyak di sektor kredit SME. Banyak perusahaan yang akhirnya mengajukan kredit untuk menyewa excavator buat batu bara serta tongkang," kata Rohan.
Dari ribuan kredit yang di audit, lanjut Rohan, tim menemukan keanehan dalam data-data yang diajukan beberapa perusahaan, salah satunya adalah Tirta Amarta, soal piutang. Soalnya, berpura-pura sedang terlilit hutang yang besar, kata Rohan, menjadi 'permainan' para debitur kala itu agar mendapat pinjaman uang.
Tim audit kemudian menemukan ada oknum Mandiri, dari level bawah hingga manager, yang kongkalikong dengan Direktur Tirta Amarta, Rony Tedy, untuk menggelembungkan angka piutang perusahaannya. Saat itu, Rony mengajukan perpanjangan dan penambahan fasilitas kredit modal kerja (KMK) senilai Rp 880,60 miliar ke Bank Mandiri.
Tirta Amarta kemudian mengajukan perpanjangan dan tambahan plafon LC sebesar Rp 40 miliar dari sebelumnya Rp 10 miliar. Selain itu, PT TAB mengajukan penambahan fasilitas Kredit Investasi (KI) senilai Rp 250 miliar selama 72 bulan.
Rohan menyebut Mandiri akhirnya memutuskan untuk melaporkan oknum tersebut bersama petinggi lima perusahaan lainnya yang melakukan kecurangan ke Kejaksaan Agung dan Kepolisian.
"Ada sekitar lima perusahaan yang diindikasi curang dan kami laporkan. Tapi kerugian paling besar ini dari Tirta Amarta," kata dia. "Kami berkomitmen kalau ada oknum dari Mandiri yang terlibat, kami akan mendukung Kejaksaan Agung sepenuhnya untuk memproses secara hukum."
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pun hingga Senin lalu telah menetapkan lima pegawai Mandiri sebagai tersangka dalam kasus ini. Selain itu, dua orang dari Tirta Amarta, termasuk Rony Tedy, juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Adi Toegarisman pun menyatakan pihaknya telah menetapkan enam tersangka dalam kasus Bank Mandiri ini. Ia menyebutkan dalam waktu dekat akan melimpahkan berkas tersangka berinisial RT (Rony Tedy) ke pengadilan. “Yang pertama nanti akan dilimpahkan dalam minggu ini. RT dari PT TAB,” tutur Ade.
Seperti diketahui, Mandiri menanggung kerugian sebesar Rp 1,47 triliun sebelum bunga dan denda. Adapun audit BPK menyebut kerugian negara atas kasus kredit macet tersebut Rp 1,83 triliun.
Baca berita lainnya tentang Bank Mandiri di Tempo.co.