Sri Mulyani menilai industri keuangan, pasar modal, dan lembaga keuangan bukan bank masih sangat terbatas. Oleh karena itu, sangatlah mendesak untuk membangun sektor ini.
Caranya, dengan meningkatkan tabungan domestik, mengembangkan instrumen tabungan dan investasi, membangun tata kelola yang baik dan andal, memperbaiki integritas pelaku pasar uang baik swasta maupun BUMN, serta memperkuat regulatornya.
"Konsekuensi poin keempat dan kelima adalah external balance Indonesia yang masih terus perlu diperkuat sehingga memungkinkan ekonomi Indonesia tumbuh tinggi dan cepat secara inklusif serta tidak terkendala dari segi neraca pembayaran," katanya.
Sri Mulyani menyatakan pemerintah akan menggunakan instrumen kebijakan fiskal dan kebijakan kementerian teknis lain untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Kuncinya, anggaran dan efektivitas program pendidikan, kesehatan, dan jaring pengaman sosial.
Di sisi pembangunan infrastruktur, dukungan fiskal akan diperkuat dan diperbaiki. Dukungan fiskal juga disebut sebagai salah satu penentu untuk pendalaman industri, investasi, dan ekspor.
Sebagai catatan, tahun ini pemerintah menganggarkan dana Rp 77,26 triliun untuk bantuan sosial (bansos), Rp 444,1 triliun untuk anggaran pendidikan, dan Rp 111 triliun dialokasikan untuk kesehatan.
Sementara itu, anggaran untuk infrastruktur ditetapkan Rp 410,7 triliun. Adapun target investasi sebesar Rp 765 triliun, meski dipertimbangkan direvisi turun karena adanya keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memangkas target investasi di sektor migas, listrik, dan pertambangan.
Untuk ekspor, pemerintah menargetkan pertumbuhan 11 persen. Secara keseluruhan, kata Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi 2018 diharapkan mencapai 5,4 persen.