Ketiga, kata Sri Mulyani, koordinasi pusat dan daerah dan antar daerah, tata ruang dan urbanisasi, serta infrastruktur yang tidak tertata. Jika ini diperbaiki, seharusnya bisa meningkatkan produktivitas ekonomi dan menjadi penunjang mobilitas serta produktivitas masyarakat.
Dia menuturkan sejak reformasi, daerah tidak hanya tertinggal dalam pembangunan infrastruktur. Perkembangan kabupaten, kota, provinsi lebih mengikuti pola daerah dan koordinasi nasional pun menjadi lemah.
Akibatnya, Indonesia tidak bisa menciptakan pola urbanisasi dan konektivitas yang menunjang transformasi ekonomi menuju modernisasi serta pemerataan pembangunan.
"Pembangunan masih terpusat di Jawa/Jakarta. Indonesia belum mampu memanfaatkan proses urbanisasi untuk perbaikan daya saing dan produktivitas ekonomi dan masyarakat serta menciptakan pemerataan kesejahteraan," papar Sri Mulyani.
Urbanisasi yang tidak tertata dan terencana pun akhirnya malah memunculkan berbagai masalah baru, seperti ekonomi biaya tinggi (biaya transportasi/komuter, biaya perumahan), biaya sosial dan kesehatan (kemacetan, polusi), serta keamanan.
Keempat, komoditas masih mendominasi ekonomi Indonesia. Sementara itu, industrialisasi justru mengalami stagnasi sejak reformasi dan perkembangan serta pendalaman industri manufaktur belum terwujud maksimal.
Kelima, perkembangan sektor keuangan yang belum mendalam dan maju. Hal ini membuat ekonomi Indonesia mudah tertekan gejolak global.