TEMPO.CO, Tunis -Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sukuk telah menjadi salah satu elemen krusial bagi pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara selama lima tahun terakhir. Itu sebabnya, menurut Sri Mulyani, sukuk mempunyai peran signifikan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) di Indonesia.
“Sukuk memungkinkan Indonesia melakukan diversifikasi sumber pembiayaan bujet negara,” kata Sri Mulyani saat menjadi keynote speaker di seminar bertema Role of Islamic Capital Markets in Achieving Sustainable Development Goals, Selasa, 3 April 2018. Seminar ini bagian dari pertemuan tahunan Islamic Development Bank (IDB) ke-43 di Tunis, Tunisia.
Baca: Pertemuan di Tunisia, IDB Fokuskan Pembangunan Berkelanjutan
Tak cuma itu. Menurut Sri, dana yang terserap dari penerbitan sukuk dapat mengakselerasi pembangunan infrastruktur dan meningkatkan pelayanan publik. Penerbitan sukuk di Indonesia mengalami puncaknya pada 2016-2017, dengan nilai mencapai Rp 799,2 triliun.
Sukuk, kata dia, juga menyediakan kesempatan bagi masyarakat berpartisipasi langsung membiayai proyek-proyek pemerintah. “Penerbitan sukuk retail di Indonesia sekaligus memperluas inklusi keuangan dan meningkatkan literasi keuangan syariah,” katanya.
Selama 2009-2017, Indonesia telah menerbitkan 9 seri sukuk retail. Selama kurun waktu itu, jumlah individu di Indonesia yang membeli sukuk retail mencapai 225.442 orang.
Indonesia juga telah menerbitkan sukuk untuk membiayai sejumlah proyek senilai Rp 65,2 triliun atau US$ 4,9 miliar. Dana yang terserap dari penerbitan sukuk ini disalurkan untuk pengembangunan infrastruktur dasar dan pelayanan publik.
Pada Februasi lalu, Indonesia menerbitkan sukuk Wakalah senilai US$ 1,25 miliar bertenor lima tahun, dan US$ 1,75 miliar bertenor 10 tahun. “Ini adalah green bond pertama di Indonesia,” katanya.
Dana dari penerbitan sukuk ini rencananya digunakan untuk sejumlah proyek yang berhubungan dengan perubahan iklim dan lingkungan. Di antaranya energi terbarukan, manajemen limbah buangan, dan green building.
Baca: Di Pertemuan IDB, Sri Mulyani: Keuangan Islam Tetap Menjanjikan
Sri Mulyani menambahkan, sukuk salah satu instrumen penting di pasar modal syariah yang dapat memobilisasi SDGs. Apalagi, pasar modal syariah di Indonesia menunjukkan tren positif dalam beberapa tahun terakhir. Sejumlah indikator itu terlihat antara lain dari jumlah dan nilai saham syariah yang diperdagangkan, indeks saham syariah, dan total aset reksadana saham berbasis syariah. Pasar modal syariah, kata dia, punya ruang untuk tetap tumbuh.
Total aset keuangan syariah di Indonesia saat ini lebih dari US$ 80 miliar dan menunjukkan pertumbuhan sebesar 22 persen pada 2017. Pasar modal syariah, kata Sri, dapat menjadi sumber pendanaan yang efektif bagi pembangunan negara-negara berpenghasilan rendah.
Tahun lalu, pertumbuhan sukuk yang terdaftar di pasar global mencapai 45,3 persen. Nilai sukuk yang diterbitkan mencapai US$ 97,9 miliar. Pertumbuhan dan permintaan sukuk dalam satu dekade terakhir meningkat tajam. Tahun ini, selisih antara permintaan dan suplai sukuk diprediksi US$ 178 miliar. Pada 2021, selisih antara permintaan dan penerbitan sukuk diproyeksikan mencapai US$ 271 miliar.
Di tingkat global, penerbitan sukuk tidak hanya datang dari negara berpenduduk muslim. Inggris, Afrika Selatan, dan Luksemburg termasuk negara yang pernah menerbitkan sukuk.
Dewan Gubernur Islamic Development Bank (IDB) menggelar pertemuan tahunan ke-43 di Tunis, Tunisia. Perhelatan yang dibuka resmi pada Rabu, 4 April 2018, ini membahas sejumlah isu yang berhubungan erat dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Meski pertemuan tahunan resmi dibuka pada Rabu, sejumlah diskusi dengan tema pembangunan berkelanjutan sudah berlangsung sejak Minggu, 1 April 2018.
Selain Menteri Keuangan Sri Mulyani, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Bappenas Arifin Rudiyanto hadir dalam pertemuan tersebut. Perhelatan yang akan berakhir pada Kamis, 5 April 2018, ini diikuti sekitar 60 delegasi dan 1.000 peserta, termasuk investor, para pakar, dan pelaku usaha ekonomi.