TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan impor garam untuk industri tak terhindarkan. Produksi garam dalam negeri saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
"Kita harus realistis, ya. Industri kita butuh yang namanya garam dengan kualitas beda dengan yang dihasilkan petani garam," ujar Jokowi setelah meresmikan Industrial Summit 2018 di Jakarta Convention Center, Rabu, 4 April 2018.
Baca: Cerita Janggal Perusahaan yang Impor Garam Versi Asosiasi Petani
Jokowi menuturkan, tanpa impor garam, industri bisa berhenti beroperasi. "Kalau kita tidak impor garam industri, akibatnya industri bisa berhenti. Meskipun penggunaannya hanya 2 persen, tapi juga jadi kunci," katanya.
Kebijakan impor dijanjikan Jokowi tak akan mengganggu petani di dalam negeri. Jokowi akan memastikan pasokan tak merembes ke pasar.
Dia juga akan memantau harga garam konsumsi saat ini agar tidak merugikan petani. "Saya pantau terus agar harga antara Nusa Tenggara Timur, Madura, dan Aceh masih posisi yang sejahtera," ucapnya.
Sebelumnya, Presiden meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 untuk mengembalikan kewenangan rekomendasi impor garam industri ke Kementerian Perindustrian dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Padahal Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 menyatakan komoditas pergaraman harus mendapat restu dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Pemerintah beralasan pengalihan wewenang akan mempercepat proses impor garam industri. Selama ini, prosesnya terhambat perdebatan soal kebutuhan impor di antara kedua kementerian tersebut. Bulan lalu, misalnya, Kementerian Perindustrian menyatakan kebutuhan garam industri 3,7 juta ton, sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya merekomendasikan 1,8 juta ton.