TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan menganggap wajar atas meningkatnya utang luar negeri Indonesia selama beberapa tahun terakhir. Sebab, Indonesia tengah memiliki kebutuhan untuk menggencarkan pembangunan infrastruktur.
“Kita perlu lihat bahwa utang ini sebenarnya efek dari kebutuhan. Jadi kalau utangnya besar, kebutuhannya besar. Jadi kalau utangnya besar, kebutuhannya besar,” ucap Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Scenaider Clasein Hasudungan Siahaan kepada Tempo di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 26 Maret 2018.
Simak: 4 Negara Tersandera Pinjaman dari Cina, Berapa Utang Indonesia?
Menurut Scenaider, selain pembangunan infrastruktur, utang luar negeri juga dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti kualitas Pendidikan dan kesehatan. Dia juga berujar bahwa pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat mendesak untuk dilakukan sekarang. Sebab, sebanyak 74 persen masyarakat Indonesia adalah usia produktif, yakni 15 sampai 60 tahun.
Utang negara, kata Scenaider, berfungsi sebagai dongkrak agar lebih banyak kebutuhan dapat terpenuhi. “Jadi kalau kita bisa bangun sepuluh sekolah, dengan utang kita bisa mungkin bangun 50 sekolah,” ucap Scenaider.
Scenaider mengatakan, pemerintah bisa saja tidak berhutang untuk rencana pembangunan dan kesejahteraan masyarakat tersebut. Namun, nantinya pemerintah harus memotong anggaran belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) demi memenuhi kebutuhan tersebut.
“Jadi lihat big picture utang adalah efek kebutuhan. Itu akan tercermin dalam perkembangan ekonomi kita, kesejahteraan, Pendidikan,” ucap Scenaider.
Pada 2015, nilai Produk Domestik Bruto Indonesia yang sebesar Rp 11.526 triliun meningkat menjadi Rp 12.406 triliun pada 2016. Angka itu kembali meningkat pada 2017 sebesar Rp 13.588 triliun. Rata-rata PDB tersebut meningkat 8,74 persen secara tahunan (yoy).
Namun, meningkatnya PDB Indonesia turut dibarengo oleh tumbuhnya utang Pemerintah. Total utang pemerintah pada 2015 mencapai Rp 3.165 triliun, yang meningkat menjadi Rp 3.515 triliun di 2016 dan Rp 3.938 triliun pada 2017. Angka ini rata-data tumbuh 14,81 persens (yoy).
Sementara, pada Februari 2018, utang pemerintah mencapai Rp 4.034,8 triliun. Angka itu naik 13,46 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 3.556 triliun. Pada APBN 2018, total utang Pemerintah mencapai 4.772 triliun.
Saat ini, utang pemerintah bergantung pada penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai Rp 3.257,26 triliun atau 80,73 persen dari total utang pemerintah. Penerbitan SBN tersebut mayoritas atau sekitar Rp 2.359,47 triliun diterbitkan dalam denominasi rupiah.