TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Pahala N Mansury mengatakan tersentuh atas pengorbanan Nyak Sandang terhadap industri penerbangan di Indonesia. Menurut Pahala, Nyak Sandang telah berkontribusi terhadap pembelian pesawat yang merupakan cikal bakal berdirinya Garuda Indonesia.
Nyak Sandang dengan sukarela memberikan seluruh tabungannya dalam bentuk emas seberat 10 gram demi membeli pesawat pertama RI. Kisah Nyak Sandang itu berawal pada tahun 1948 saat Presiden Soekarno mengunjungi Aceh untuk mencari dana pembelian pesawat pertama Indonesia. Bersama sang ayah, Nyak Sandang yang saat itu berusia 23 tahun pun menjual sepetak tanah dan 10 gram emas milik mereka.
Terjual dengan harga Rp 100, uang hasil penjualan itu pun diserahkan untuk negara. Dari kunjungannya ke Aceh, Presiden Soekarno pun mendapatkan sumbangan sebanyak SGD 120 ribu dan 20 kg emas murni untuk membeli dua pesawat terbang yang diberi nama Seulawah R-001 dan Seulawah R-002, yang merupakan cikal bakal maskapai Garuda Indonesia.
Pahala mengucapkan terima kasih atas pengorbanan Nyan Sandang tersebut. “Kami berterima kasih kepada beliau karena beliau betul-betul saat menyampaikan sumbangan itu harapannya supaya indonesia maju. Itu sangat tulus sekali,” ucap Pahala usai menjenguk Nyak Sandang.
Nyak Sandang sedang dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, pada Minggu, 25 Maret 2018. Kunjungan tersebut untuk mengapresiasi warga Aceh yang ikut menyumbang uang untuk pembelian pesawat pertama RI.
Baca juga: Nyak Sandang, Penyumbang Pesawat Pertama RI, Bertemu Jokowi
Menurut Pahala, saat ini kondisi Nyak Sandang masih terbilang lemah. Hal itu mengingat usia Nyak Sandang telah mencapai 91 tahun. Pahala juga menyebutkan bahwa salah satu faktor yang membuat lemahnya kondisi Nyak Sandang adalah penerbangannya yang jauh dari Aceh menuju Jakarta.
Rabu lalu, Jokowi menerima Nyak Sandang di Istana Merdeka, Jakarta, pukul 18.25 WIB. Nyak Sandang datang ditemani oleh dua orang anaknya, Maturidi dan Khaidar. Maturidi menceritakan, setelah pulang dari Istana pada 21 Maret 2018, ia dan ayahnya langsung menuju hotel. Saat di hotel itu, Nyak Sandang mengeluh sakit saat ingin buang air kecil.
"Kira-kira jam dua malam Ayah mengeluh sakit dan tidak bisa buang air kecil. Saya langsung hubungi dan minta tolong pihak Istana (dokter kepresidenan) dan saat itu juga langsung datang ambulans," kata Maturidi.
Atas instruksi Presiden melalui Kepala RSPAD Terawan Agus Putranto, Nyak Sandang segera dibawa ke RSPAD. Sesampainya di sana, tim dokter langsung mengambil tindakan yang diperlukan, yaitu pemasangan kateter. Setelah tindakan dilakukan, Nyak Sandang bisa buang air kecil.
Tim dokter yang menangani Nyak Sandang sendiri terdiri atas berbagai dokter spesialis, antara lain dokter spesialis mata, paru-paru, ginjal, urologi, jantung, dan spesialis penyakit dalam. "Kondisinya bagus. Tim dokter sudah periksa semua. Sekarang ini masih proses pengecekan semua," kata Terawan, yang merupakan dokter spesialis radiologi.