TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, hingga kini, produk ekspor masih didominasi dari tiga provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Total kontribusinya sebesar 38,04 persen dari nilai ekspor US$ 28,65 miliar.
Karena itu, menurut Suhariyanto, ke depan, perlu didorong provinsi lain menghasilkan barang-barang yang berorientasi ekspor. "Supaya total ekspor mengalami kebaikan," ucapnya di BPS, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Kamis, 15 Maret 2018.
Baca: BPS: Ekspor Nonmigas Indonesia Terpaku ke 3 Negara, Cina Terbesar
Suhariyanto menjelaskan, sumbangan terbesar terhadap ekspor sepanjang Januari-Februari 2018 adalah US$ 4.945,4 juta (17,26 persen) di Jawa Barat, US$ 3.054,5 juta (10,65 persen) di Jawa Timur, dan US$ 2.900,1 juta (10,12 persen) di Kalimantan Timur.
Di Jawa Barat, barang yang ekspor berupa kendaraan dan bagiannya serta mesin dan peralatannya. Lalu, ekspor barang paling banyak dari Jawa Timur adalah perhiasan dan crude palm oil (CPO) alias minyak sawit mentah. Untuk penjualan dari Kalimantan Timur berupa bahan bakar mineral, khususnya batu bara dan CPO.
Menurut Suhariyanto, nilai ekspor dari provinsi lain tergolong kecil. Data BPS menunjukkan Riau menduduki posisi keempat dari 34 provinsi ekspor terbesar dengan kontribusi 9,58 persen pada Januari-Februari 2018. Sedangkan provinsi lain terpaut 0,01-6,58 persen.
Adapun lima provinsi yang menempati peringkat terbawah adalah Nusa Tenggara Barat dengan 0,24 persen, Bengkulu (0,12 persen), Aceh (0,1 persen), Nusa Tenggara Timur (0,03 persen), Maluku (0,02 persen), dan Gorontalo (0,01 persen).
Total ekspor Indonesia pada Februari 2018 menurun 3,14 persen dibanding Januari 2018, yaitu dari US$ 14.553,4 juta menjadi US$ 14.096,8 juta. Sebab, ekspor nonmigas menurun 3,96 persen dari US$ 13.229,8 juta menjadi US$ 12.705,9 juta. Penurunan bisa terdongkrak karena ekspor migas naik 5,08 persen dari US$ 1.323,6 juta menjadi US$ 1.390,9 juta.
Suhariyanto menilai Indonesia perlu memperluas pasar ekspor nontradisional. Tak hanya itu, peningkatan nilai tambah produk ekspor juga penting. "Mengembangkan diversifikasi (penganekaragaman) barang-barang ekspor yang menghasilkan banyak nilai tambah," ujarnya.