TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Jokowi menyerahkan 3.850 sertifikat tanah kepada masyarakat Sulawesi Selatan yang berasal dari Kabupaten Takalar, Bantaeng, Bulukumba, Jeneponto, Gowa, dan Kota Makassar, Kamis, 15 Februari 2018.
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin dalam keterangan tertulis menyebutkan bahwa penyerahan sertifikat oleh Presiden itu dilakukan di Lapangan Makattang Daeng Sibali, Kelurahan Kalabbirang, Kecamatan Pattallasang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
Baca juga: Tanggapi Pendapat Infrastruktur Tak Penting, Ini Status FB Jokowi
"Setiap saya ke daerah yang masuk ke telinga saya selalu soal sengketa tanah," ucap Presiden.
Ia menegaskan kepemilikan hak atas tanah memang wajib dibuktikan dengan sertifikat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
Presiden menegaskan bahwa sertifikat menjadi bukti tertulis yang mendapatkan pengakuan hukum terkait hak atas tanah atau lahan.
Oleh karena itu dengan dimilikinya sertifikat maka akan memberikan rasa aman kepada pemiliknya.
"Sudah tidak ada yang bisa mengklaim karena di sertifikat ada nama serta luas," ucap Presiden.
Presiden mengungkapkan dahulu penerbitan sertifikat hak atas tanah hanya dilakukan untuk 500 ribu sertifikat di seluruh Indonesia tiap tahunnya, pada 2017, sebanyak lima juta sertifikat.
"Target tahun ini sejumlah tujuh juta sertifikat dan untuk tahun depan sejumlah sembilan juta sertifikat," kata Kepala Negara.
Pada kesempatan itu, Presiden berpesan kepada penerima sertifikat tanah untuk menjaga dan menyimpan sertifikat yang dimiliki di tempat yang aman.
Selain itu, Presiden juga meminta mereka untuk melakukan kalkulasi terlebih dahulu bila ingin mengagunkan sertifikatnya di bank.
"Hati-hati pinjam di bank. Kalau dapat, gunakan semua untuk kerja, investasi, modal kerja. Jangan dipakai apa-apa dulu. Kalau untuk menabung setelah cukup, beli motor, mobil silakan," tutur Kepala Negara.
Dalam acara yang sama, Presiden berpesan agar pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak menjadikan masyarakat menjadi retak dan pecah karena berbeda pilihan, karena Pilpres dan Pilkada hanya lima tahun sekali dan menjadi pilihan politik setiap warga negara.
"Berbeda enggak apa-apa. Setelah itu rukun kembali sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Jangan lupakan itu," ujar Jokowi .