TEMPO.CO, Palembang - Sumatera Selatan dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami surplus beras. Bila tahun lalu mampu surplus 2,3 juta ton, tahun ini ditargetkan menjadi 2,4 juta ton.
Kepala Dinas Pertanian dan Holtikultura Erwin Noorwibowo berharap beras impor tidak masuk ke pasar Sumatera Selatan. Alasannya beras impor bakal merusak harga baik ditingkat petani maupun dipasaran.
"Harapan kami beras impor tidak masuk sumsel karena kita mampu memenuhinya, "kata Erwin di Palembang, Rabu, 7 Februari 2018. Menurutnya secara umum Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangan sendiri.
Hanya saja gejolak harga sering terjadi karena adanya persoalan di lini distribusi dan tata niaga. Bila semua persoalan itu bisa diatasi, ia sangat optimistis impor pangan tidak perlu lagi.
Simak: Ombudsman Temukan Dugaan Maladministrasi Impor Beras
Adanya kenaikan harga gabah dan beras nasional ia nilai sebagai hal yang wajar sehingga itu belum perlu impor. Ia memberi alasan pada Januari hingga minggu pertama Februari ini, panen Padi baru terjadi di Sumsel. Sedangkan di daerah lainnya belum masuk musim panen.
Akibat kelebihan persedian, panenan bulan lalu, dikirim ke untuk pemenuhan pasar di luar daerah itu seperti Lampung, Riau, Jambi, Banten hingga kota lainnya di Jawa. "Kebutuhan rata-rata Sumsel sekitar 70 ribu ton."
Kepala Perum Bulog Divre Sumsel dan Bangka Belitung (Babel), Bakhtiar menjelaskan pihaknya tetap menjalankan tugas menjaga stabilitas harga beras di wilayah itu. Tujuannya untuk menekan harga agar tidak jauh diatas batasan pemerintah. Operasi pasar melibatkan seluruh pemangku kepentingan seperti pemerintah dan juga pengusaha yang dimulai sejak 22 Desember 2017. "Kami siap menyerap panenan dari sentra beras," katanya.