TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia atau BI sedang mengkaji penggunaan teknologi pencatatan transaksi terintegrasi modern (blockchain). Hal itu termasuk mengkaji untuk menerbitkan mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC) untuk sistem pembayaran domestik.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Onny Widjanarko menyatakan, sejauh ini, bank sentral masih mengkalkulasi dampak dan upaya mitigasi risikonya jika kebijakan tersebut diterapkan. BI belum memiliki peta waktu untuk menguji coba penerapan mata uang digital bank sentral. "Belum ada rencana mau uji coba atau menerapkan. Kajian harus matang dahulu tentunya," katanya, Senin, 29 Januari 2018.
Baca Juga:
Baca: PPATK Temukan Indikasi Pencucian Uang Melalui Mata Uang Digital
Bank sentral di negara-negara lain, menurut Onny, saat ini sedang mengkaji penggunaan blockchain dan mata uang digital bank sentral. Kajian yang dilakukan juga akan melingkupi sektor tertentu, yang akan difasilitasi penggunaan blockchain dan mata uang digital tersebut. "Kami masih mendalami kelebihan dan kekurangannya, serta bila diterapkan yang paling aman dan efisien transaksi di sektor apa. Ini sedang didalami," ujar Onny.
Teknologi blockchain merupakan teknologi dasar untuk pengoperasian mata uang digital. Saat ini, mata uang virtual yang diterbitkan swasta, seperti Bitcoin, Etherum, dan Ripple, juga menggunakan blockchain. Mulai mencuatnya penggunaan teknologi blockchain, termasuk produknya, seperti mata uang digital, karena alasan efisiensi dan efektivitas di sistem pembayaran.
Gubernur Bank Sentral Afrika Selatan Lesetja Kganyago, yang juga Ketua Komite Moneter dan Keuangan Internasional Dana Moneter Internasional (IMFC), termasuk pimpinan bank sentral yang berpandangan membuka peluang penerbitan mata uang digital bank sentral.
Kganyago mengatakan, ketika dulu orang percaya pada catatan fisik perbankan, maka saat ini tidak ada alasan bagi bank sentral untuk tidak dapat berpikir terkait dengan penerbitan mata uang digital. "Tidak ada alasan kenapa bank sentral tidak mulai memikirkan tentang mata uang digital. Sama ketika dulu mereka percaya saat bank sentral membuat catatan fisik keuangan," ucapnya, seperti dilansir di laman resmi Dana Moneter Internasional (IMF).
ANTARA