TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Badui, di Kabupaten Lebak, Banten, sedang panen durian. "Kami sepekan terakhir ini sibuk berjualan durian," kata warga Badui, Pulung, 25 tahun, saat ditemui di ruas Jalan Cileles-Gunungkencana, Kabupaten Lebak, Senin, 22 Januari 2018.
Masyarakat Badui kebanyakan meninggalkan pekerjaan utama mereka sebagai petani saat musim panen durian tiba. Mereka lebih memilih berjualan durian karena menghasilkan pendapatan lebih besar.
Baca juga: Enak dan Langka, Durian Tai Babi Dibanderol Rp 300 Ribu per Buah
Warga Badui yang menjadi pedagang durian itu, membuat lapak-lapak di sekitar Jalan Cileles-Gunungkencana. Di akhir pekan, ruas jalan ini biasanya padat kendaraan yang hendak menuju kawasan wisata pesisir pantai selatan.
Pembeli durian Badui bukan hanya pengendara yang melintasi jalan saja, tetapi banyak masyarakat setempat.
Selama ini, buah durian Badui memiliki kelebihan, yaitu manis, daging buahnya tebal, serta beraroma.
Selain itu, harga durian Badui juga terjangkau masyarakat, mulai Rp 20 ribu hingga Rp 60 ribu per buah.
"Ekonomi keluarga kami sangat terbantu dari penjualan durian," ujarnya.
Samani, 55 tahun, petani Badui, di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, mengatakan hasil panen duriannya dijual ke pengumpul yang ada di Rangkasbitung maupun pengecer di wilayah Badui.
Buah durian Badui diangkut kendaraan melalui kawasan perbatasan, di Pasar Ciboleger dan Kebon Cau, untuk dipasok ke Rangkasbitung dan daerah lain.
Panen durian tahun ini hasilnya cukup bagus. "Kami panen durian tentu dapat membantu pendapatan ekonomi keluarga dan bisa menjual hingga Rp 65 juta," ucapnya.
Petani Badui lain, Santa, 45 tahun, mengaku kebun durian miliknya bisa panen hingga Februari 2018. Selama musim panen, banyak tengkulak mendatangi pemilik kebun. Mereka biasa memasarkannya ke Rangkasbitung, Tangerang, dan Jakarta.
"Kami menjual durian lebih baik dengan sistem borongan karena tidak mengeluarkan biaya angkutan lagi," tuturnya.
ANTARA