TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Penelitian Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menduga salah satu penyebab pemerintah tak siap menghadapi masalah perberasan belakangan ini adalah simpang siurnya data stok beras. "Salah satu hambatannya adalah keterbatasan dana untuk melakukan survei atas stok beras yang ada," ujarnya, belum lama ini, di Jakarta.
Faisal menyebutkan sebetulnya pemerintah Indonesia bisa mengikuti langkah-langkah yang diterapkan negara-negara ASEAN lainnya dalam mengendalikan komoditas pangan ini. "Di negara lain, pemerintahnya mendapatkan data stok beras dari BUMN dan juga dari perusahaan swasta," katanya.
Baca Juga:
Baca: Darmin Nasution Sebut Dua Alasan Mengapa Harus Impor Beras
Beberapa negara ASEAN, kata Faisal, mewajibkan distributor beras untuk melapor secara reguler tiap bulan. Langkah tersebut mampu menambah khazanah data pemerintah terkait untuk mengidentifikasi permasalahan dalam distribusi.
Sementara itu, Indonesia hanya memiliki data dari Perum Bulog yang menguasai 10 persen stok beras nasional. Artinya, pemerintah tidak memiliki data atas 90 persen stok beras.
Perbedaan data stok beras yang dimiliki antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) ini juga harus ditengahi dengan sikap kendali tegas. "Jika pemerintah ingin mengatasi masalah ini (kekurangan stok beras), pemerintah harus mempunyai kendali dalam stok beras," katanya.
Dengan kewenangannya, menurut Faisal, Kementeiran Perdagangan sangat mampu mengendalikan harga beras. Cara yang paling mudah dan cepat adalah dengan melakukan impoer beras. Namun keputusan itu sebaiknya tidak diambil secara tiba-tiba. "Pemerintah perlu memastikan kebutuhan. Kalau mau impor, rencananya sudah disusun di awal tahun, tidak mendadak seperti ini," tuturnya.
Jumlah penduduk yang terus bertambah menjadi faktor lain yang berpengaruh dan mengharuskan pemerintah bekerja lebih keras meningkatkan produksi beras tiap tahunnya. Apalagi, selalu ada lonjakan permintaan pada masa-masa tertentu, seperti Hari Raya dan masa liburan. Kenaikan permintaan biasanya membuat harga turut melambung.
Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), beras merupakan komoditas yang memberi sumbangan terbesar terhadap garis kemiskinan dengan porsi 18,8 persen di perkotaan dan 24,52 persen di pedesaan. "Oleh karena itu, beras sangat rentan," ucap Faisal.