TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian mengklaim telah menyesuaikan 35 program studi vokasi atau kejuruan terhadap kurikulum sekolah menengah kejuruan (SMK). Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan penyesuaian ini dilakukan agar lulusan SMK bisa memiliki keahlian sesuai dengan kebutuhan industri saat ini.
Saat ini, kata Airlangga, 9 SMK, 9 politeknik, dan 1 akademi komunitas di bawah kementeriannya menjadi rujukan utama untuk pengembangan pendidikan vokasi yang terhubung dengan dunia industri. “Kami telah menerapkan 70 persen praktik dan 30 persen teori. Makanya, 98 persen lulusan kami terserap kerja, bahkan sudah dipesan industri,” kata Ketua Umum Partai Golkar tersebut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, 17 Desember 2017.
Baca juga: Agar Lulusan SMK Siap Kerja, 1 Siswa Butuh Rp7,5 Juta Setahun
Airlangga mengatakan kementeriannya memang menjadi koordinator penerapan program pendidikan vokasi secara nasional. Secara total, penyesuaian ini akan melibatkan 415 industri dan 1.245 SMK, serta ditargetkan menghasilkan 254.037 tenaga kerja bersertifikat.
Program penyesuaian program studi vokasi ini digeber Kementerian Perindustrian di tengah membludaknya jumlah lulusan SMK yang menjadi pengangguran. Badan Pusat Statistik mencatat 11,41 persen dari 7,04 juta pengangguran per Agustus 2017 adalah lulusan SMK, diikuti lulusan sekolah dasar 2,62 persen, sekolah menengah pertama 5,54 persen, sekolah menengah atas 8,29 persen, diploma I/II/III 8,29 persen, dan universitas 5,18 persen.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menduga ada indikasi ketidaksesuaian antara pendidikan yang disediakan dan kebutuhan pasar. "Karena tidak sesuai dengan kebutuhan pasar, perusahaan tetap mengambil lulusan pendidikan umum," ujarnya di Kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta, Senin, 13 November 2017.
Bambang menyebutkan pemerintah akan mencoba melakukan tiga upaya agar pengangguran dari lulusan SMK bisa menurun, yaitu perbaikan kurikulum, alat belajar, dan guru. Targetnya secara umum, kata dia, tingkat pengangguran terbuka dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2019 bisa turun ke angka 4-5 persen. Terakhir, hingga kuartal III 2017, tingkat pengangguran terbuka masih mencapai 5,5 persen.
Baca juga: Jadi Ketua Umum Golkar, Airlangga Tak Akan Mundur sebagai Menteri
Lebih lanjut, Airlangga mengatakan kementeriannya tak hanya melakukan penyesuaian, tapi juga mengembangkan sejumlah program studi yang belum pernah ada, seperti teknik ototronik, teknik robotik, dan teknik audio-video. Keduanya, kata Airlangga, tengah dibutuhkan sektor industri otomotif. “Sementara penyesuaian program studi lain, contohnya ada pada teknik permesinan, instalasi pemanfaatan listrik, elektronik, dan banyak lagi,” ucapnya.
Airlangga Hartarto mengatakan kebijakan ini bertujuan agar kompetensi sumber daya manusia Indonesia terus dibangun untuk mendorong daya saing manufaktur nasional. Sebab, sektor itulah yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional melalui kontribusi pajak, cukai, dan nilai ekspor yang cukup tinggi.
FAJAR PEBRIANTO | VINDRY FLORENTIN