TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan pemerintah tengah mengkaji dampak digitalisasi terhadap penciptaan lapangan kerja dan mengantisipasi pengangguran di masa depan.
Bambang menuturkan kajian ini didasarkan pada pertumbuhan pesat teknologi digital. "Jangan sampai Indonesia memiliki isu pengangguran akibat itu," katanya di kantornya, Jakarta, Senin, 13 November 2017. Tantangannya akan semakin berat dengan bonus demografi pada 2030.
Simak: Angka Pengangguran di Jerman Merosot Tajam
Selain melihat dampaknya, kajian ini ingin melihat pola tenaga kerja ke depan. Dasarnya adalah dugaan ketidaksesuaian (mismatch) antara pendidikan, terutama pendidikan vokasi, dan kebutuhan pasar.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik menyatakan lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) justru paling banyak menganggur ketimbang lulusan pendidikan umum. Jumlah pengangguran lulusan SMK mencapai 11,41 persen dari total 7,04 juta pengangguran per Agustus 2017.
Adapun pengangguran dari lulusan sekolah dasar 2,62 persen, sekolah menengah pertama 5,54 persen, sekolah menengah atas 8,29 persen, diploma I/II/III 8,29 persen, dan universitas 5,18 persen. Bambang menduga data itu mengindikasikan mismatch antara pendidikan yang disediakan dan kebutuhan pasar.
Menurut Bambang, salah satu hipotesis kajian ini adalah perlunya optimalisasi pendidikan vokasi untuk mencegah pengangguran saat digitalisasi mendominasi. "Terutama di sektor jasa karena proporsi di sektor itu paling besar dan terus meningkat," ucapnya.
VINDRY FLORENTIN