TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Aturan yang mengatur taksi online itu merupakan revisi dari Permenhub Nomor 26 Tahun 2017.
"Ditandatangani oleh Menteri Perhubungan pada 24 oktober dan sudah kami koordinasikan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk diundangkan," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo di Kantor Kementerian Perhubungan, Jumat, 27 Oktober 2017. Aturan itu berlaku efektif 1 November mendatang.
Baca juga: Ini Sembilan Poin Rumusan Revisi Aturan Taksi Online
Sugihardjo mengatakan hingga mencapai pengesahan, peraturan itu telah melewati jalan yang panjang. Selepas aturan lama dibatalkan Mahkamah Agung Agustus lalu, dia mengatakan banyak pertanyaan mengenai sikap Kementerian Perhubungan. Lantas, ada masukan dari berbagai pihak, seperti pihak pelaku angkutan reguler yang diwakili Organda, pelaku angkutan online yang diwakili oleh perusahaan penyedia aplikasi dan Asosiasi Driver Online, akademisi, hingga praktisi agar pemerintah mengatur kembali angkutan online itu.
Alasannya, apabila tidak diatur kembali maka terhitung 1 November, 14 pasal dalam peraturan lama bakal tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Selanjutnya, dia mengatakan pemerintah menggelar kembali diskusi di berbagai kota untuk memperoleh masukan mengenai aturan tersebut. Akhirnya digodoglah aturan anyar, yang menurutnya telah mengakomodasi semua pihak. "Apa yg diatur dalam Permenhub 108 Tahun 2017 sebagian besar diterima Organda dan angkutan online, meski masih ada yang belum bisa diterima."
Kendati demikian, dia meminta semua pihak agar menghormati lantaran keputusan yang diambil itu menurutnya sudah win-win solution. "Jangan ada perang di sosial media, maupun demo-demo," kata dia. "Proses itu kan sudah akomodasi semua kepentingan dan telah mengacu pada Undang-undang UMKM."
Sebelumnya pemerintah mengumumkan ada sembilan rumusan revisi aturan taksi online itu yakni mengenai argometer taksi, tarif, kuota, wilayah operasi, perencanaan kebutuhan kendaraan, persyaratan minimal 5 kendaraan, bukti kepemilikan kendaraan bermotor domisili TNKB, melampirkan salinan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan bermotor dan peran aplikator.
Rumusan itu juga menggaris bawahi beberapa hal penting lain yakni adanya stiker angkutan sewa khusus, adanya kewajiban perusahaan angkutan online menyediakan asuransi, kepemilikan SIM umum, memberikan akses digital dashboard, memberikan akses aplikasi kepada kendaraan yang telah memiliki izin penyelenggaraan angkutan sewa khusus dan aplikator juga harus bekerjasama dengan perusahaan angkutan umum yang telah memiliki izin penyelenggaraan.
Agustus lalu, Mahkamah Agung mencabut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Pencabutan itu efektif berlaku tiga bulan setelah MA mengeluarkan putusan.
Sedikitnya terdapat 18 poin atau 14 pasal dalam peraturan menteri tersebut yang dianggap bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi oleh MA, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Oleh MA, ke-14 pasal ini telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. MA lantas memerintahkan Menteri Perhubungan mencabut pasal-pasal yang terkait dengan 14 poin di dalam peraturan menteri tersebut.
Gugatan ini dilayangkan oleh sedikitnya enam orang pengemudi angkutan sewa khusus, termasuk taksi online, yang menyatakan keberatan dan mengajukan permohonan hak uji materiil terhadap sejumlah pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.