TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengumumkan rumusan revisi peraturan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek atau disebut aturan taksi online.
"Peraturan ini untuk memberi kesetaraan antara pelaku transportasi. Angkutan Online adalah keniscayaan yang harus kita tampung, begitu pula taksi konvensional yang harus kita payungi," ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di kantornya, Kamis, 19 Oktober 2017.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Hindro Surahmat mengatakan ada sembilan rumusan revisi aturan taksi online itu. Pertama, kata dia, adalah soal argometer taksi. Besaran tarif yang dikenakan pada penumpang mesti sesuai dengan argometer atau sesuai aplikasi berbasis teknologi.
Kedua, soal tarif. Penetapan tarif angkutan sewa disepakati antaran pengguna jasa dan penyedia jasa transportasi dengan berpedoman pada tarif batas atas dan tarif batas bawah.
Tarif batas atas dan bawah ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas usulan dari Kepala Badan Pengatur Transportasi Jabodetabek atau gubernur sesuai dengan kewenangannya. "Namun terlebih dahulu dilakukan pembahasan bersama seluruh pemangku kepentingan," ujarnya.
Ketiga, tentang wilayah operasi. Pelayanan angkutan sewa khusus merupakan pelayanan dari pintu ke pintu dan beroperasi pada wilayah operasi yang telah ditetapkan. Wilayah operasi itu ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Kepala BPTJ atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Baca: MA Kabulkan Gugatan Uji Materi Aturan tentang Transportasi Online
Keempat adalah kuota kendaraan. Perencanaan kebutuhan kendaraan ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Kepala BPTJ atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya. Selanjutnya, rencana yang telah ditetapkan mesti diumumkan kepada masyarakat.
Kelima, persyaratan minimal lima kendaraan. Aturan ini mengatur perorangan yang memiliki kurang dari lima kendaraan namun ingin menyelenggarakan angkutan online.
"Mereka dapat berhimpun dalam badan hukum berbentuk koperasi yang telah memiliki izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek," kata dia.
Yang keenam adalah bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Penyelenggara angkutan berkewajiban memiliki kendaraan, dibuktikan dengan Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) atas nama badan hukum atau dapat atas nama perorangan untuk badan hukum berbentuk koperasi.
Ketujuh adalah mengenai domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB). Angkutan sewa khusus mesti menggunakan TNKB sesuai dengan wilayah operasi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Kepala BPTJ atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Kedelapan, penyelenggara angkutan mesti melampirkan salinan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan bermotor sebagai persyaratan permohonan izin bagi kendaraan bermotor baru.
Kesembilan, peraturan ini menyebutkan peran aplikator dalam penyelenggaraan angkutan itu. Perusahaan aplikasi berbasis teknologi informasi bidang transportasi darat dilarang bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum.
"Misalnya memberikan layanan akses aplikasi kepada perusahaan angkutan umum yang belum memiliki izin penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek," ujar Hindro.
Aplikator juga dilarang memberikan layanan akses aplikasi kepada perorangan, merekrut pengemudi, menetapkan tarif, dan memberikan promosi tarif di bawah tarif batas bawah yang telah ditetapkan.
Agustus lalu, Mahkamah Agung mencabut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Pencabutan itu efektif berlaku tiga bulan setelah MA mengeluarkan putusan.
CAESAR AKBAR