TEMPO Interaktif, Jakarta: Pengadaan 1.000 bus Damri yang ditukar dengan utang ke pemerintah Inggris senilai US$ 100 juta terancam batal. Pemerintah belum memperoleh dana untuk membeli bus Mercedes itu."Sulit, karena sudah lama," kata Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Mulia Nasution di Jakarta, Kamis (7/7).Lamanya persetujuan pencairan dana dari DPR membuat pengadaan bus molor dari perjanjian dengan Departemen Penjaminan Kredit Ekspor (ECGD) Inggris. Seharusnya, bus sudah dibeli pemerintah pada Februari lalu.DPR tak kunjung menyetujui dana karena rincian data dari Departemen Perhubungan mengenai kondisi Damri belum ada. DPR ingin mengetahui kondisi perusahaan negara itu dan rincian mekanisme pertukaran utang sebelum setuju mencairkan dananya.Pasalnya, pertukaran utang (debt swap) dengan Inggris ini baru pertama kali memakai skema pembelian utang. Australian-New Zealand Investment Bank sudah setuju menjadi pihak ketiga yang akan membeli utang pemerintah itu. ANZ kemudian yang akan mengambil alih pengadaan bus.Sementara pemerintah akan membayar utang ke ANZ secara mencicil senilai utang yang sudah didiskon selama dua tahun. Dalam perjanjian ketiga pihak, Inggris setuju memberikan potongan sebesar 25 persen. Sehingga pemerintah hanya wajib menyediakan dana senilai US$ 75 juta dalam rupiah atau sekitar Rp 675 miliar.Menurut Mulia pelaksanaan yang molor membuat perjanjian harus direvisi. Akibatnya, diskon juga makin mengecil bahkan bisa nol sehingga tak lagi menguntungkan pemerintah karena sama dengan membayar langsung. Wakil Ketua Panitia Anggaran DPR Hafiz Zawawi juga menilai pertukaran utang dengan Inggris ini sudah tak menguntungkan. Suryani Ika Sari