TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Erani Yustika, tak yakin ekonomi tahun depan bisa menyentuh angka 6 persen seperti yang ditargetkan pemerintah. “Kalau saya, angka pertumbuhan realistis sebesar 5,5-5,7 persen,” ujar Erani ketika dihubungi, Jumat, 15 Agustus 2014.
Pernyataan ini merespons nota keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 yang dibacakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hari ini di sidang paripurna, Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta. Dalam nota keuangan itu disebutkan target pertumbuhan sebesar 5,5 -6 persen. (Baca: Menkeu: Subsidi BBM Turun, Defisit APBN2015 Terpangkas)
Penyebab terbesar tak tercapainya target pemerintah itu, menurut Erani, karena Indonesia belum mampu mendongkrak nilai ekspor. “Pasar internasional seperti di Cina, India, dan Eropa tumbuh tapi tak terlalu besar seperti yang diharapkan,” katanya.
Sementara untuk angka inflasi, menurut dia, akan cenderung mendekati angka 5 persen. Pemerintah sebelumnya menetapkan dalam asumsi makro 2015 laju inflasi berkisar di level 3,5-5 persen. (Baca: Tekan Subsidi BBM, Chairul Tanjung Usul Tiga Opsi)
Dalam asumsi makro APBN 2015, pemerintah juga mematok nilai tukar rupiah pada kisaran Rp 11.500-Rp 12.100 per dolar AS. Asumsi suku bunga tiga bulan sebesar 6 -6,5 persen, Sedangkan target lifting minyak sebesar 830 ribu -900 ribu barel per hari.
Ekonom Ingatkan Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel
10 hari lalu
Ekonom Ingatkan Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel
Ekonom sekaligus Pendiri Indef Didik J. Rachbini mengingatkan pemerintah Indonesia, termasuk Presiden terpilih dalam Pilpres 2024, untuk mengantisipasi dampak konflik Iran dengan Israel.