Prabowo Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Ekonom: Jangan Fokus pada PDB
Reporter
Nabilla Azzahra
Editor
Grace gandhi
Senin, 23 September 2024 20:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai target presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen merupakan hal yang sulit terwujud. Menurut akademisi itu, pemerintah berikutnya sebaiknya tidak berfokus pada Produk Domestik Bruto (PDB), melainkan kualitas pertumbuhan itu sendiri.
“Jangan terlalu mendewa-dewakan pertumbuhan PDB. Tidak ada gunanya pertumbuhan ekonomi tinggi kalau tidak berkualitas,” kata Wijayanto dalam diskusi publik bertajuk “Prospek Kebijakan Ekonomi Prabowo: Mustahil Tumbuh 8% tanpa Industrialisasi” yang berlangsung secara daring pada Ahad, 22 September 2024.
Dalam pemaparannya, Wijayanto menjelaskan bahwa sepanjang sejarah Indonesia baru pernah mengalami pertumbuhan ekonomi di atas 8 persen sebanyak lima kali. Contohnya pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, ketika harga komoditas mengalami booming atau perkembangan pesat. Saat itu, pertumbuhan ekonomi RI mencapai 6,35 persen.
Wijayanto pun mengutip ekonom Amerika Serikat Joseph E. Stiglitz, yang kerap berbicara soal bagaimana ketergantungan berlebihan pada PDB sebagai tolok ukur kinerja ekonomi dapat menyesatkan para pembuat kebijakan. Ada kekhawatiran bahwa masalah lingkungan hingga ketimpangan terjadi ketika pemerintah terlalu berfokus mengejar pertumbuhan ekonomi.
Ekonom itu lantas mencontohkan masa Indonesia di bawah penjajahan Belanda, ketika persekutuan dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) beroperasi di Tanah Air. Menyitir literatur sejarah, ia menjabarkan bagaimana kala itu, jika dividen VOC yang mencapai ratusan miliar dolar AS dibagikan kepada populasi Indonesia, maka bisa empat kali melebihi PDB per kapita sekarang.
Selanjutnya: Meski demikian, rakyat Indonesia waktu itu justru miskin dan terjajah....
<!--more-->
Meski demikian, rakyat Indonesia waktu itu justru miskin dan terjajah. Kekayaan yang dihasilkan oleh VOC pun diangkut ke negara lain, yakni Belanda.
“Jadi, ketika kita terlalu fokus pada PDB, sebenarnya kita seperti dipaparkan kepada satu ilusi. Pertumbuhan ekonomi kita bagus, PDB per kapita tinggi, padahal di balik angka itu ada ketimpangan,” tuturnya. “Ada kelompok tertentu yang mendapatkan akses luar biasa, sementara mayoritas tidak mendapatkannya.”
Wijayanto juga menyebutkan, rencana Prabowo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen mustahil untuk diraih dalam jangka pendek. Alasannya, karena Indonesia masih memiliki rasio investasi terhadap pertumbuhan atau incremental capital-output ratio (ICOR) yang tinggi dan perlu ditekan.
Wijayanto mencontohkan beberapa hal yang membuat ICOR Indonesia tinggi di bawah pemerintahan Presiden Jokowi. Dua hal tersebut adalah proyek kereta cepat yang dinilai berdampak minim terhadap ekonomi dan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang ia bilang dibangun tanpa perencanaan matang.
“Kalau kita ingin perekonomian tumbuh tinggi, maka ICOR harus kita turunkan. Efisiensi ekonomi harus kita tingkatkan. Korupsi ditekan. Regulasi harus efisien. Birokrasi harus melayani dan efektif,” ujarnya.
Pilihan Editor: 6 Juta Data NPWP Bocor, Kominfo Sebut Hukuman Denda Maksimal Rp 5 Miliar dan Penjara 5 Tahun