Ditjen Pajak Klaim Skema Baru Potongan THR Sudah Sesuai Standar Internasional
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Grace gandhi
Senin, 1 April 2024 21:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak atau Ditjen Pajak mengklaim pengenaan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dengan skema terbaru, khususnya yang diterapkan pada bulan diterimanya tunjangan hari raya (THR), telah sesuai dengan standar internasional. Adapun potongan THR ini dihitung dengan skema tarif efektif rata-rata atau TER.
Skema TER ini dikeluhkan para pekerja karena dinilai membuat nilai THR dan bonus langsung berkurang. Namun, Ditjen Pajak mengklaim skema ini sudah sesuai dengan standar internasional.
"Kami pakai TER ini memang karena sudah sesuai dengan international best practice," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DItjen Pajak Kementerian Keuangan, Dwi Astuti, dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan pada Senin, 1 April 2024.
Selain itu, Dwi mengklaim, skema ini justru akan memudahkan pemberi kerja dan karyawan dalam menghitung pajak THR. Sebab dengan skema ini, tinggal dilihat berapa penghasilan karyawan dan tarif yang dikenakan.
"Kalau dulu kan harus dihitung dulu penghasilannya berapa, tunjangannya berapa, pensiun misalnya, dan seterusnya," ucap Dwi. Sementara skema TER sudah memperhitungkan aspek-aspek pengurangan tersebut, sehingga ia menilai cara ini lebih sederhana.
Selanjutnya: Sebetulnya, kata Dwi, apabila menghitung dari PPH Pasal 21 ada.....
<!--more-->
Sebetulnya, kata Dwi, apabila menghitung dari PPh Pasal 21 ada sekitar 400 kombinasi penghitungan, tergantung penghasilan yang diterima karyawan dalam bentuk apa. Karena itu, Ditjen Pajak menyederhanakannya menggunakan skema TER.
Skema baru pajak untuk THR dan bonus ini banyak dikeluhkan oleh warganet. Tak sedikit keluhan disampaikan warganet bahkan di kolom komentar Instagram pribadi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Banyak warganet menilai besaran pajak THR ini terlalu besar.
Salah satunya komentar akun @kurniadsf dalam kolom komentar unggahan Sri Mulyani pada 27 Maret lalu. "Mohon dipikirkan untuk gaji UMR (upah minimum regional) tapi dipotong sangat besar. Alangkah lebih baik bagi para gaji UMR ini untuk tidak dikenakan pajak. Para penerima UMR dan anak Rantau sangat terbebani dan berat terkait potongan pajak yang besar ini," ujarnya.
Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama pun mengklaim skema ini memudahkan karena setiap karyawan dapat menghitung sendiri dan memeriksa besaran potongan THR masing-masing. Sebab, setiap bulannya karyawan akan menerima bukti potong.
"Kalau skema lama kan pajak berapa baru di akhir tahun ketahuan," ucap Yoga.
Pilihan Editor: Anggota Dewan Cecar Bahlil soal Pengembangan PIK 2 dan BSD: Mengapa Bisa Dapat PSN?