Sebut Indonesia Hadapi Stroke Ketiga, Faisal Basri Serukan Pemakzulan Jokowi

Selasa, 13 Februari 2024 07:14 WIB

Ekonom Faisal Basri dalam diskusi Ngobrol @Tempo bertajuk "Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sasaran" di Gedung Tempo, Jakarta pada Selasa, 30 Agustus 2022. (Foto: Norman Senjaya)

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, menyerukan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Hal ini seiring situasi demokrasi yang di Indonesia yang dianggap memburuk menjelang Pemilu 2024.

Faisal menyebut Indonesia saat ini seperti manusia yang sedang dihadapkan pada penyakit stroke ketiga. Adapun stroke pertama, kata Faisal, terjadi pada 1965 dan stroke kedua pada 1998. Padahal, menurut dia, Indonesia belum pulih dari kedua stroke tersebut.

"Penyebab stroke ini tunggal. Namanya Jokowi," kata Faisal dalam acara Malam Tirakatan untuk Kejujuran dan Keadilan yang disiarkan langsung melalui YouTube Teater Utan Kayu, Senin, 12 Februari 2024.

Menurut Faisal, masih ada kesempatan bagi Jokowi untuk bertaubat. Caranya, dengan memerintahkan ASN, tentara, dan polisi, untuk netral dalam Pemilu 2024. Namun, menurut dia, hal tersebut juga mustahil.

"Kalau mustahil, wajib dijatuhkan secepat mungkin," kata Faisal. "Itu obatnya supaya kita tidak mengalami stroke ketiga. Karena masa ketiga, biasanya sudah dekat kepada kematian."

Advertising
Advertising

Faisal menuturkan, Indonesia harus dirajut kembali. Karena itu, penyebab stroke harus segera disingkirkan. "Jadi, jatuhkan Jokowi, makzulkan Jokowi segera mungkin, supaya muncul rajutan yang kian erat, yang membawa Indonesia selamanya menjadi negeri yang menyejukkan bagi semua."

Belakangan ini, Presiden Jokowi tengah menjadi sorotan. Ia ditengarai melakukan kecurangan Pemilu 2024 untuk memenangkan Capres-Cawapres nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Teranyar, dugaan kecurangan Jokowi diungkap dalam film Dirty Vote yang dirilis Ahad kemarin, 11 Februari 2024.

Dalam film yang disutradarai Dandhy Laksono tersebut disebutkan bahwa Jokowi diduga mengerahkan lembaga negara untuk membantu pemenangan Prabowo-Gibran. Rentetan dugaan kecurangan tersebut dipaparkan tiga ahli hukum tata negara, yaitu Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.

Salah satu isu yang disorot dalam film ini adalahh dugaan penyalahgunaan wewenang kepala desa. Sebab, Zainal Arifin menyebut, desa menjadi wilayah pertarungan untuk memperebutkan suara. Ia lantas mengatakan ada empat wewenang kepala desa yang bisa disalahgunakan.

Keempat hal tersebut meliputi data pemilih, penggunaan dana desa, data penerima bantuan sosial (Bansos), Program Keluarga Harapan (PKH), dan bantuan langsung tunai atau BLT, serta wewenang alokasi Bansos.

"Kasus penyelewenangan dana desa sangat mungkin dikonversi menjadi alat tukar dukungan politik," kata Zainal.

Selanjutnya, Bivitri menyoroti gelontoran bantuan sosial atau Bansos yang berlebihan. Anggarannya bahkan melebihi anggaran Bansos ketika pandemi Covid-19. Penyalurannya pun tidak dilakukan dengan sesuai, karena tidak melibatkan Kementerian Sosial.

Padahal, Bivitri berujar, Banssos merupakan fasilitas negara yang harus disalurkan sesuai struktur kenegaraan. "Barangkali karena kebetulan Menteri Sosial saat ini dari PDIP yang sudah berseberangan dengan penerus Jokowi," ujarr Bivitri.

Bivitri pun meminta agar Bansos dikembalikan ke tujuan awal bahwa Bansos bukan bantan politik dan pejabat. Ia mengatakan Bansos sebagai cara cepat melaksanakan amanah sila kelima Pancasila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, untuk mengimplementasikan pasal 34 UUD 1945, bahwa fakir miskin dan anak-anak telantar dipelihra negara.

Sementara itu, Feri Amsari memaparkan dugaan kecurangan Pemilu 2024 oleh Presiden Jokowi melalui penunjukkan 20 PJ kepala daerah dan pemekaran wilayah di Papua. Langkah tersebut ditengarai sebagai langkah mengamankan suara.

Pasalnya, Feri menuturkan, 4 wilayah baru hasil pemekaran Papua bisa langsung mengikuti Pemilu 2024. Hal tersebut berbeda dengan pemekaran wilayah Kalimantan Utara atau Kaltara.

"Pengalaman provinsi baru Kaltara yang didirikan 2013 tidak bisa ikut Pemilu 2024. Mereka harus nunggu 6 tahun untuk bisa ikut Pemilu 2019," tutur Feri. "Itu sebabnya apa yang terjadi di Papua menjadi sangat penting untuk bicarakan sebaran wilayah."

Pilihan Editor: Faisal Basri: Sebaik-baiknya Bansos Adalah Tunai dan Dibayar Per Bulan

Berita terkait

Terkini: Ini Peserta BPJS Kesehatan yang Tak Bisa Naik Kelas Rawat Inap, Airlangga soal Target Prabowo Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

49 menit lalu

Terkini: Ini Peserta BPJS Kesehatan yang Tak Bisa Naik Kelas Rawat Inap, Airlangga soal Target Prabowo Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan mulai tahun depan menjadi sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Baca Selengkapnya

Faisal Basri Prediksi Dua Pos Anggaran yang Bakal Dialihkan untuk Program Makan Siang Gratis

1 jam lalu

Faisal Basri Prediksi Dua Pos Anggaran yang Bakal Dialihkan untuk Program Makan Siang Gratis

Ekonom senior Faisal Basri memprediksi dua sumber anggaran yang kemungkinan dapat dialihkan untuk mendanai makan siang gratis

Baca Selengkapnya

Gibran Bikin Kaget PM Qatar saat Dikenalkan sebagai Wapres: Dia Begitu Muda

1 jam lalu

Gibran Bikin Kaget PM Qatar saat Dikenalkan sebagai Wapres: Dia Begitu Muda

Momen itu terjadi saat Gibran bertemu Mohammed bin Abdulrahman mendampingi Presiden terpilih Prabowo Subianto di Istana Amiri Diwan, Doha, pada Rabu.

Baca Selengkapnya

PDIP Tak Undang Jokowi di Rakernas

1 jam lalu

PDIP Tak Undang Jokowi di Rakernas

PDIP tidak mengundang Presiden Jokowi dalam acara Rakernas IV. Djarot Saiful Hidayat mengungkap alasannya.

Baca Selengkapnya

Masih Rahasiakan Nama Bakal Calon Wali Kota Solo, Gerindra: Kalau Disebutkan, yang Lain Patah Hati

2 jam lalu

Masih Rahasiakan Nama Bakal Calon Wali Kota Solo, Gerindra: Kalau Disebutkan, yang Lain Patah Hati

Ketua DPD Gerindra Jateng memastikan mereka telah mengantongi nama calon untuk ikut Pilkada 2024 di 25 kabupaten/kota dari internal partai.

Baca Selengkapnya

Kriteria Peserta BPJS Kesehatan yang Tidak Bisa Naik Kelas Rawat Inap

4 jam lalu

Kriteria Peserta BPJS Kesehatan yang Tidak Bisa Naik Kelas Rawat Inap

BPJS Kesehatan diubah menjadi sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Ini daftar peserta BPJS Kesehatan yang tidak bisa naik kelas rawat inap.

Baca Selengkapnya

Pesan Jokowi saat Terima Pengurus GP Ansor di Istana

4 jam lalu

Pesan Jokowi saat Terima Pengurus GP Ansor di Istana

Sejumlah topik dibahas dalam pertemuan Jokowi dan GP Ansor.

Baca Selengkapnya

Prabowo Kunjungi Korban Banjir di Sumbar usai Lawatan Luar Negeri

5 jam lalu

Prabowo Kunjungi Korban Banjir di Sumbar usai Lawatan Luar Negeri

Prabowo mengunjungi korban banjir Sumbar seusai lawatannya dari Qatar dan Uni Emirat Arab. Ia menyatakan turut berduka cita atas musibah itu.

Baca Selengkapnya

Prabowo Klaim Tak Bakal Pimpin Negara dengan Gaya Militer: Itu Tidak Relevan

5 jam lalu

Prabowo Klaim Tak Bakal Pimpin Negara dengan Gaya Militer: Itu Tidak Relevan

Prabowo mengatakan, pengalamannya di militer tak akan memengaruhi kebijakan di pemerintahan yang bakal dia pimpin.

Baca Selengkapnya

Baleg Sepakati Revisi UU Kementerian Negara Jadi Usul Inisiatif DPR

6 jam lalu

Baleg Sepakati Revisi UU Kementerian Negara Jadi Usul Inisiatif DPR

Awiek mengatakan seluruh perubahan yang terdapat dalam draft RUU Kementerian Negara telah diputuskan melalui musyawarah mufakat.

Baca Selengkapnya