Luhut Minta Kenaikan Pajak Hiburan 75 Persen Ditunda, Pengusaha Spa: Masalah Belum Beres
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Grace gandhi
Kamis, 18 Januari 2024 18:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha spa, yang juga Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA), Agnes Lourda Hutagalung merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang meminta kenaikan pajak hiburan 40-75 persen untuk diskotek, karaoke, hingga spa ditunda.
Lourda mempertanyakan kapasitas Luhut bicara mengenai aturan itu, karena kementeriannya disebut tidak berkaitan dengan industri tersebut.
“Tadi malam LBP (inisial nama Luhut) ikut ngomong. Sampai akhirnya LBP ngomong, siapa LBP? Apa otoritas LBP di dalam hal ini?” ujar Lourda dalam konferensi pers di Jakarta Selatan pada Kamis, 18 Januari 2024. “Apakah ini sudah beres? Belum.”
Aturan pajak tersebut termaktub dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Aturan yang diundangkan pada 4 Januari 2022 itu mulai berlaku dua tahun kemudian sesuai ketentuan yang berlaku, yakni pada 5 Januari 2024.
Dalam pasal 55 UU HKPD mengatur ada 12 jenis kegiatan yang masuk kategori jasa kesenian dan hiburan. Dari dua belas jenis kategori tersebut, hanya jasa hiburan tertentu, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa saja yang kena tarif batas bawah dan atas.
Sementara sebelas jenis lainnya, yaitu tontonan film; pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; kontes kecantikan; kontes binaraga; pameran; pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap; pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; permainan ketangkasan; olahraga permainan; rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang; serta panti pijat dan pijat refleksi, tidak kena tarif tinggi.
Menurut Loudra, jika ditarik ke belakang, sejak sebelum aturan itu diteken, pengusaha spa yang tergabung dalam WHEA sudah menghadap ke Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI. Namun, Lourda berujar, DPR menyatakan bahwa para wakil rakyat itu sudah berbicara dengan kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Kemudian, ketika pelaku industri spa dari WHEA mendatangi Kemenparekraf, tak ada respons baik dari kementerian. “Kami bicara kepada deputi yang menangani regulasi, jawabannya apa? Bukan urusan gue. Ada lagi deputi urusannya industri, urusan marketing, satu pun yang berhubungan dengan ini nggak merespons,” ucap Lourda.
Selanjutnya: Sebelumnya, Menko Luhut menjelaskan dia telah mendengar....
<!--more-->
Sebelumnya, Menko Luhut menjelaskan dia telah mendengar polemik pajak hiburan ketika berada di Bali beberapa waktu lalu. Dia juga sudah mengumpulkan Gubernur Bali—salah satu daerah yang banya mengandalkan pajak hiburan sebagai pendapatan asli daerah mereka—dan stakeholder terkait lainnya.
"Jadi, kita mau tunda dulu pelaksanaannya," kata Luhut dalam akun Instagram resminya @luhut.pandjaitan pada Rabu, 17 Januari 2024. "Kemarin kita putuskan ditunda, kita evaluasi, dan kemudian judical review MK (Mahkamah Konstitusi)."
Luhut mengklaim, kenaikan pajak hiburan dalam UU HKPD adalah usulan dari Komisi XI DPR RI. Bukan dari pemerintah. "Harus kami perhatikan keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil sangat tinggi, karena itu banyak menyangkut pedagang-pedagang kecil," tutur dia.
Jadi, ucap Luhut, hiburan bukan semata-mata diskotek saja. Menurut dia, sektor hiburan sangat berimbas kepada para pekerja maupun pengusaha-pengusaha kecil di dalamnya. "Atas dasar itulah, saya merasa belum ada urgensi untuk menaikkan pajak ini," ucap Luhut.
Sebelumnya, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati Christyana mengatakan kenaikan tarif pajak hiburan adalah dampak dari revisi UU HKPD yang terbit pada 2022. Aturan itu menyebabkan pajak hiburan jenis diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa terkena tarif pajak 40-75 persen, tergantung kebijakan pemerintah daerah setempat.
Kementerian Keuangan mengatakan alasan kenaikannya karena hiburan tersebut dinikmati oleh masyarakat tertentu. Kenaikan pajak hiburan ini banyak diprotes oleh usaha industri hiburan.
Bahkan, para pengusaha spa di Bali langsung mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi pada 5 Januari 2024. Mereka ingin MK meninjau kembali posisi industri spa yang bukan termasuk jasa hiburan, melainkan kebugaran atau kesehatan (wellness).
MOH. KHORY ALFARIZI | AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: Ombudsman Temukan Sejumlah Maladministrasi pada Bansos PKH, Apa Saja?