TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan merespons pengajuan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap aturan pungutan pajak atas hiburan tertentu dengan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen. Judicial review itu diajukan oleh Asosiasi Spa Terapis Indonesia (ASTI).
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana menjelaskan aturan pajak tersebut termaktub dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau UU HKPD. Menurut dia, Kemenkeu terbuka jika ada yang merasa keberatan dengan ketentuan pemerintah.
“Pemerintah tentunya terbuka, jika memang ada satu ketentuan yang tidak disepakati dan perlu dilakukan uji materi. Silakan menggunakan jalur yang secara hierarki memang diperlukan," ujar dia dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa, 16 Januari 2024.
Kemenkeu, kata dia, akan memberikan penjelasan dan tanggapan pada saat sidang di Mahkamah Konstitusi nanti. Selain itu, Kemenkeu juga tetap melakukan sosialisasi. “Untuk memberikan pemahaman kembali pada seluruh pelaku usaha mengenai ketentuan pajak hiburan ini,” ucap dia.
Sebelumnya, Ketua ASTI Mohammad Asyhadi mengatakan sudah menolak aturan itu melalui jalur hukum. “Per 3 Januari langsung kami masukkan ke Mahkamah Konstitusi dan diterima per 5 Januari 2024," kata dua pada Sabtu, 13 Januari 2024.
Asyhadi menuturkan gugatan tersebut diajukan oleh 22 penggugat termasuk sejumlah asosiasi. Kini, pihaknya menunggu sidang di Mahkamah Konstitusi. Ia lantas menjelaskan alasan menggugat UU HKPD. "Kami semuanya yakin bahwa spa itu bukan termasuk hiburan."
Hal tersebut merujuk Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Pada Pasal 14 beleid tersebut, dijelaskan ada 13 usaha pariwisata. Penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi ada di poin g, sedangkan spa di poin m.
Kategorisasi tersebut juga tertera di Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang, serta di Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Selain itu, Klasifikasi Baku Lapangan Usaha atau KBLI aktivitas spa adalah 96122. "Jadi, 96122 itu tidak ada kaitannya dengan hiburan satu," ujar dia. Tak hanya itu, ia menyebut aktivitas spa juga diatur oleh Kementerian Kesehatan. Ia menuturkan setiap terapis harus teregister di Dinas Kesehatan.
Namun, UU HKPD Pasal 55 Ayat 1 mengkategorikan spa ke dalam jasa kesenian dan hiburan. Sedangkan pada Pasal 58 Ayat 2 beleid yang sama disebutkan tarif pajak barang dan jasa tertentu diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
"Itu yang kami gugat. Padahal di Pasal 58 Ayat 1, disebutkan namanya pajak barang dan jasa tertentu itu paling tinggi 10 persen," ucap dia.
MOH KHORY ALFARIZI | AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: Pajak Hiburan 75 Persen Diatur dalam UU HKPD, Kemenkeu: untuk Kemandirian Daerah