TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa tarif pajak hiburan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Tujuan dari ditekennya aturan tersebut untuk penguatan pajak daerah, dan mendukung agar daerah bisa lebih mandiri.
“Kemandirian menjadi kata kunci, UU ini memberikan ruang kepada seluruh daerah, pemerintah daerah, kepala daerah,” ujar Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa, 16 Januari 2024.
Dia mencontohkan pajak barang dan jasa tertentu atas jasa kesenian dan hiburan. Pasal 55 UU HKPD mengatur ada 12 jenis kegiatan yang masuk kategori jasa kesenian dan hiburan. Dari dua belas jenis kategori tersebut, hanya jasa hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa saja yang kena tarif batas bawah 40 persen dan atas 75 persen.
Sementara sebelas jenis lainnya yaitu tontonan film; pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana; kontes kecantikan; kontes binaraga; pameran; pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap; pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor; permainan ketangkasan; olahraga permainan; rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang; dan panti pijat dan pijat refleksi, tidak kena tarif tinggi.
Secara umum, kata Lidya, ada penurunan tarif untuk sebelas jenis pajak hiburan di luar diskotek, dari 35 persen menjadi paling tinggi 10 persen. Tujuannya untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya seperti makanan dan atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir.
“Silahkan ditetapkan tarifnya, kami hanya memberikan guidance sampai 10 persen. Mau menetapkan satu persen, nol persen, dua persen, atau maksimla 10 persen untuk hiburan umum silahkan,” kata Lydia.