TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI menemukan maladministasi dalam penyelenggaraan bantuan sosial atau Bansos Program Keluarga Harapan (PKH). Karena itu, Ombudsman mendorong Kementerian Sosial untuk melakukan sejumlah perbaikan.
Kepala Pemeriksaan Keasistenan Utama VI Ombudsman Ahmad Sobirin menyebut, pihaknya menemukan maladministrasi pada proses pengusulan, verifikasi, validasi, pemutakhiran data, penyaluran bantuan, dan transformasi kepesertaan Bansos PKH.
Pertama, Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur pada tahapan pengusulan data ke Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS. Sobirin mengungkap, pengusulan data tidak melalui tahapan musyawarah kelurahan atau desa.
"Padahal, pemerintah daerah melalui desa atau kelurahan memiliki kewenangan untuk mengakomodasi dan melakukan pembaharuan data DTKS masyarakat yang ada di wilayahnya," ujar Sobirin dalam Diskusi Publik Bansos PKH: Tata Kelola dan Perbaikan ke Depan di Kantor Ombudsman, Jakarta Selatan pada Kamis, 18 Januari 2024.
Kedua, kata Sobirin, petugas Dinas Sosial kabupaten atau kota melakukan tindakan tidak kompeten pada tahap verifikasi dan validasi data. "Petugas tidak memastikan data yang telah dikumpulkan atau diperbaiki sesuai dengan fakta di lapangan," katanya.
Sobirin juga mengatakan, Ombudsman menemukan adanya verifikator yang tidak kompeten pada setiap tingkatan dalam penetapan graduasi, pembaruan data, dan pemadanan data. "Hal ini menyebabkan exclusion error," ucap Sobirin.
Karena itu, Ombudsman mendorong Kementerian Sosial atau Kemensos untuk melakukan sejumlah perbaikan pada pelaksaanan program Bansos PKH. Pertama, Kemensos perlu mengubah mekanisme proses updating DTKS yang berbasis usulan dalam musyawarah desa atau kelurahan menjadi mekanisme Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) dari Kepala Desa atau Lurah.
"Ini perlu didasarkan pada konsultasi dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang dilaporkan setiap 6 bulan sekali dalam forum Musrenbangdes setiap bulan Februari dan Musdes bulan Juli setiap tahunnya," kata Sobirin.
Kedua, Kemensos harus membuat mekanisme verifikasi dan validasi lapangan terhadap data calon penerima manfaat. Selama ini verifikasi dan validasi banyak dilakukan hanya berdasarkan dokumen, karena keterbatasan anggaran di Kemensos. Maka, Ombudsman mengusulkan Kemensos berkomunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri agar angggaran untuk verifikasi dan validasi ke lapangan dapat tersedia.
Selanjutnya, kata Sobirin, Kemensos harus memastikan proporsi pendamping dengan Keluarga Penerima Manfaat atau KPM yang seimbang dan memadai. "Serta menyampaikan informasi graduasi kepada KPM yang bersangkutan dan hak sanggah untuk reaktivasi bagi peserta yang mengalami exclusion error berdasarkan assessment dari pendamping PKH," ujarnya.
Sementara itu, Kementerian Sosial yang diwakili Staf Khusus Menteri bidang Pengembangan SDM dan Program Kementerian Suhadi Lili merespons temuan Ombudsman itu. Pihaknya memastikan akan menindaklanjuti temuan dan tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman.
"Atas temuan Ombudsman, kami perlu mengecek sampai level data. Kami akan datangi titik-titik yang menjadi temuan Ombudsman. Kami juga akan konsultasi untuk tindaklanjutnya. Apa yang bisa kami koreksi dalam batas kewenangan kami," ujar Suhadi.
Pilihan Editor: Jokowi soal Penyaluran Bansos: Harus Diteruskan dan Dipantau Agar Tepat Sasaran