Indef Sebut Dampak Potensi Gagal Bayar utang AS ke Ekonomi Global Lebih Kecil dari Perang Rusia-Ukraina, Kenapa?

Senin, 8 Mei 2023 16:34 WIB

Ilustrasi Resesi. shutterstock.com

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance atau Indef , Abdul Manap Pulungan menjelaskan beberapa faktor yang dapat memepengaruhi perkembangan ekonomi global. Salah satunya soal potensi gagal bayar utang AS, menurut dia, tak terlalu banyak berimbas ke ekonomi global.

Abdulmenjelaskan sedikitnya ada tiga hal yang mempengaruhi perekonomian global. Pertama, kata dia, faktor geopolitik.

“Masalah Ukraina dan Rusia, dan memanasnya Amerika Serikat (AS)-Taiwan dan Cina,” ujar dia dalam konferensi pers virtual bertajuk Ekonomi Indonesia di Tengah Pusaran Risiko Gagal Bayar Utang Amerika pada Senin, 8 Mei 2023.

Faktor kedua adalah perkembangan ekonomi Amerika baik dari kebijakan moneternya yang terus menaikkan suku bunga acuan meski sudah ada permasalahan di sektor perbanakan. Serta adanya potensi Amerika gagal bayar utang. Menurut Abdul, sebetulnya fenomena itu bukan saat ini saja terjadi, tapi beberapa tahun lalu juga pernah.

“Dampak potensi gagal bayar ini sebetulnya relatif lebih minor (kecil) dibandingkan gejolak Rusia-Ukraina ataupun dampak dari Covid-19, saya melihat seperti itu,” ucap Abdul.

Advertising
Advertising

Selanjutnya faktor ketiga, masalah ekonomi Cina dan Uni Eropa. Dia menjelaskan di Cina mengalami pelambatan ekonomi, sementara di Uni Eropa banyak demonstrasi di berbagai negara karena semakin mahalnya biaya hidup. “Sejalan dengan inflasi yang terus meningkat,” tutur Abdul.

Sebelumnya Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto menjelaskan potensi Amerika gagal bayar utang sebetulnya sudah beberapa kali terjadi, di mana fenomena terkait dengan batas utang Amerika ini yang kemudian memicu risiko gagal bayar. Dalam praktiknya, kata dia, belum pernah Amerika sampai gagal bayar.

“Karena walaupun mungkin terjadi berbagai macam pro dan kontra, toh di ujung akhirnya biasanya secara politik ya kenaikan plafon itu disepakati, batasannya dinaikkan,” kata Eko pekan lalu.

Dia mencontohkan fenomena yang sama juga pernah terjadi beberapa tahun lalu saat pandemi Covid-19. Penyebab utang terus membengkak adalah karena memang penanganan Covid-19 membutuhkan biaya yang banyak. Kemudian memcu lonjakan utang. “Sebetulnya juga sudah ada plafon yang naik pada 2021 tapi ternyata terlewati juga di 2023 ini,” ucap dia.

Pilihan Editor: Indef: Jepang dan Cina Pemegang Tertinggi Surat Utang AS yang Berpotensi Gagal Bayar

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Berita terkait

Apakah Orang yang Terlilit Pinjol Sulit Mengajukan Pinjaman di Bank?

3 hari lalu

Apakah Orang yang Terlilit Pinjol Sulit Mengajukan Pinjaman di Bank?

OJK melaporkan banyak orang terlilit pinjol dan paylater. Lantas, apakah orang terlilit pinjol masih bisa mengajukan pinjaman di bank?

Baca Selengkapnya

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

8 hari lalu

Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Baca Selengkapnya

Cerita Warga tentang Kontraktor Pembangunan Masjid Al Barkah Jakarta Timur yang Mangkrak: Punya Banyak Utang

8 hari lalu

Cerita Warga tentang Kontraktor Pembangunan Masjid Al Barkah Jakarta Timur yang Mangkrak: Punya Banyak Utang

Ahsan Hariri, kontraktor pembangunan gedung baru Masjid Al Barkah di Cakung, Jakarta Timur, dikabarkan puunya banyak utang.

Baca Selengkapnya

Jerman Minta Cina Bantu Negara-Negara Miskin yang Terjebak Utang

9 hari lalu

Jerman Minta Cina Bantu Negara-Negara Miskin yang Terjebak Utang

Kanselir Jerman Olaf Scholz meminta Cina memainkan peran lebih besar dalam membantu negara-negara miskin yang terjebak utang.

Baca Selengkapnya

Indef Minta Pemerintah Antisipasi Penurunan Konsumsi pada Triwulan II

9 hari lalu

Indef Minta Pemerintah Antisipasi Penurunan Konsumsi pada Triwulan II

Pemerintah diminta untuk mengantisipasi potensi menurunnya kinerja konsumsi rumah tangga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II 2024.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Serap Rp 7,025 Triliun dari Lelang Surat Utang SBSN

10 hari lalu

Pemerintah Serap Rp 7,025 Triliun dari Lelang Surat Utang SBSN

Pemerintah menyerap dana sebesar Rp 7,025 triliun dari pelelangan tujuh seri surat utang yakni Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

Baca Selengkapnya

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

13 hari lalu

Sri Mulyani Sebut Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Stagnan di 3,2 Persen, Bagaimana Dampaknya ke RI?

Sri Mulyani menyebut perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini bakal relatif stagnan dengan berbagai risiko dan tantangan yang berkembang.

Baca Selengkapnya

Wamendag ke Mesir Bahas Perjanjian Dagang Bilateral di Tengah Kondisi Ekonomi Global yang Tidak Stabil

14 hari lalu

Wamendag ke Mesir Bahas Perjanjian Dagang Bilateral di Tengah Kondisi Ekonomi Global yang Tidak Stabil

Pemerintah Indonesia terbuka terhadap pemanfaatan transaksi imbal dagang business-to-business (b-to-b).

Baca Selengkapnya

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

20 hari lalu

Kemendag Berencana Selesaikan Utang Selisih Harga Minyak Goreng Bulan Depan

Isy Karim mengatakan Kemendag akan memperjuangkan utang selisih harga minyak goreng yang tersendat sejak awal 2022.

Baca Selengkapnya

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

21 hari lalu

Program Makan Siang Gratis Prabowo Masuk RAPBN 2025, Ekonom Ini Ingatkan Anggaran Bakal Sangat Tertekan

Direktur Ideas menanggapi rencana Presiden Jokowi membahas program yang diusung Prabowo-Gibran dalam RAPBN 2025.

Baca Selengkapnya