Kementan Jelaskan Alasan Tak Lagi Beri Pendampingan pada Petani Food Estate
Reporter
Riani Sanusi Putri
Editor
Grace gandhi
Sabtu, 28 Januari 2023 16:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Para petani food estate Humbang Hasundutan, Sumatera Utara hanya diberikan pendampingan di tahap awal penanaman selama berlangsungnya proyek lumbung tersebut. Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto menyatakan pendampingan memang tak mungkin dilakukan terus menerus. Menurutnya, petani harus bisa mandiri dari hasil panen tahap pertama.
"Kami kan sudah mengawal dari 2020. Pembukaan lahan, penanaman, panen dan sebagainya. Saya kan ga mungkin terus, Engga bisa. Pemerintah pusat kan harus megang yang lain juga," ujarnya saat dijumpai di Dolok Sanggul, Kamis, 26 Januari 2023.
Baca: Food Estate di Humbang Hasundutan Dinilai Gagal, Ini Penjelasan Lengkap Anak Buah Luhut
Prihasto pun membeberkan bahwa kementeriannya sudah tak lagi menjadi penanggung jawab dalam program food estate Humbang Hasundutan. Pasalnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan telah menunjuk Pemerintah Daerah, yakni Bupati Habang Hasundutan sebagai penanggung jawab dengan bantuan Van Basten Pandjaitan sebagai manajer lapangan. Penunjukan itu dilakukan melalui surat yang ditandatangani Luhut pada 28 April 2021.
"Guna kelancaran pelaksanaan tugas tersebut, Bupati Humbang Hasundutan dibantu oleh Van Basten Pandjaitan yang bertindak sebagai manajer lapangan food estate Humbang Hasundutan," tulis Luhut dalam surat itu, dikutip dari dokumen yang diterima Tempo pada Sabtu, 28 Januari 2023.
Menurut Prihasto, langkah Luhut itu bukan karena kinerja Kementerian Pertanian yang jeblok dalam mengurus proyek food estate melainkan agar pemerintah daerah bisa fokus dalam mengelola lahan yang sudah dibuka itu. Adapun saat ini lahan yang dibuka di Humbang Hasundutan seluas 215 hektare dari target 1.000 hektare. Namun, lahan yang ditanam baru sekitar 146 hektare.
Tetapi berdasarkan pengamatan Tempo di kawasan food estate di Desa Sira-ria Humbang Hasundutan, dari 146 hektare itu lebih dari separuhnya terbengkalai menjadi semak belukar. Lahan itu ditinggal oleh petani lantaran tak sanggup menanam kembali pada musim berikutnya usai gagal panen di tahap pertama.
Selanjutnya: Ketika dikonfirmasi, Prihasto enggan berkomentar....
<!--more-->
Ketika dikonfirmasi, Prihasto enggan berkomentar banyak soal itu. Menurutnya, permasalahan yang ada di lumbung pangan itu adalah tanggung jawab pemerintah daerah dan tim transisi dari Kemenko Marves. Adapun soal banyaknya lahan yang tak digarap, ia pun meminta hal itu ditanyakan pada para petani.
"Tanya petaninyalah. Masa tanya sama kami. Itu yang saya enggak suka, jangan ditanyakan terus sama kami, tanya sama petani," ujarnya.
Prihasto juga menilai Dinas Pertanian Kabupaten seharusnya menjadi pihak yang berperan lebih besar, karena ia mengklaim pendampingan dari Kementerian Pertanian sudah maksimal dan insentif. Pihaknya sudah membantu para petani membuka lahan, memberikan bantuan pupuk dan obat-obatan, serta bantuan tenaga ahli selama proses penanaman hingga panen tahap pertama.
Kendati demikian, ia mengakui ada kekhawatiran apabila Kementan tak lagi berperan dalam program food estate. Terlebih baru kali ini petani menanam komoditas hortikultur dan kondisi tanah masih perlu perlakuan khusus agar bisa subur.
Karena itu, ia mengusulkan kepada Komisi IV DPR RI agar mengadakan rapat kerja bersama seluruh kementerian dan lembaga yang terlibat agar dapat menemukan solusi yang tepat. "Nanti mau dipanggil DPR, kita duduk bersama-sama. DPR sampai sini pun kaget menemukan fakta-fakta yang ada seperti itu," tuturnya.
Tetapi ia tetap meyakini bahwa tak mungkin Kementerian Pertanian terus mengawal dan mengawasi proyek food estate di Kabupaten Humbang Hasundutan. Menurut dia, 548 kabupaten yang menjalani proyek lumbung pangan sebaiknya dikelola oleh Dinas Pertanian daerah setempat. Asalkan, kata dia, seluruh konsep yang telah disusun Direktorat Jenderal Hortikultura dilanjutkan.
Sementara itu, petani mengungkapkan masih membutuhkan pendampingan dan bantuan dari pemerintah dalam menggarap lahannya. Irma Suryani Lumban Gaol, salah satu petani food estate di Desa Siria-ria mengungkapkan dia hanya bisa menggarap separuh dari lahan yang diberikan oleh pemerintah. Musababnya, bantuan pemerintah hanya diberikan tahap pertama. Itu pun, tuturnya, gagal total karena petani terpaksa menanam bawang putih sesuai benih yang diberikan. Karena itu, petani tak ada modal untuk berporduksi lagi di musim tanam berikutnya.
Selanjutnya: Dari hasil program bantuan ini,....
<!--more-->
"Dari hasil program bantuan ini, itu enggak ada hasilnya, soalnya nanam bawang putih. Enggak ada sama sekali kami bisa jual. Lahan kami dikasih bibitnya bawang putih, enggak cocok," ujar Irma saat ditemui Tempo di kawasan food estate Humbang Hasundutan, Kamis, 26 Januari 2023.
Padahal, pemerintah mengklaim hasil panen bawang putih petani food estate rata-rata mencapai 2,7 ton. Prihasto mengatakan bila rata-rata petani menjual Rp 10.000 per kilogram, seharusnya petani bisa mengolah lahannya kembali pada musim tanam berikutnya dengan hasil penjualan itu.
Selain itu, Irma mengungkapkan baginya menanam komoditas hortikultura adalah proses yang sulit. Terlebih lahan di Hambang Hasundutan ini memerlukan perlakuan khusus agar bisa cocok untuk ditanami komoditas tersebut. Meski tanpa pengalaman sama sekali, Irma berusaha mempelajarinya. Namun, ia berharap pemerintah tetap memberikan pendampingan dan bantuan penyerapan hasil panen seperti yang dijanjikan.
Tetapi Irma pasrah lantaran hingga saat ini tak ada yang dijanjikan pemerintah. Terlebih pengelolaan food estate Humbang Hasundutan telah dialihkan ke Kemenko Marves. Ia khawatir, pemerintah hanya akan berfokus pada petani yang bermitra dengan perusahaan swasta. Sementara selama ini, Irma menjual hasil produksinya sendiri melalui tauke atau tengkulak.
"Belum ada ini kabar bantuan lagi. Tapi kami ingin ada bantuan dana gitu atau diawasi, bagaimana supaya lahan tidur kami jadi bisa dikelola," ucapnya.
RIANI SANUSI PUTRI