2 Perusahaan Farmasi Terancam Pidana 10 Tahun dan Denda Rp 1 Miliar soal Cemaran EG dan DEG
Reporter
Moh. Khory Alfarizi
Editor
Francisca Christy Rosana
Senin, 31 Oktober 2022 17:49 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Bareskrim Polri telah melakukan penelusuran terhadap dua perusahaan farmasi, yakni PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical. Kedua perusahaan itu disebut memproduksi obat sirup yang mengandung bahan berbahaya, yakni Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito menjelaskan, setelah melakukan pemeriksaan terhadap saksi ahli dan pindana, kedua perusahaan ini disinyalir melakukan tindak pidana. Sebab, keduanya memproduksi dan mengedarkan produk farmasi yang tidak memenuhi standar serta persyaratan keamanan khasiat, pemanfaatan, dan mutu.
“Sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 196 dan Pasal 98 ayat 2 dan 3, ancaman pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar,” ujar Penny dalam konferensi pers virtual pada Senin, 31 Oktober 2022.
Selain itu, kedua industri farmasi itu memperdagangkan barang yang tidak memiliki atau tidak sesuai dengan standar ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal itu, kata Penny, seperti yang termaktub dalam Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
“Saya juga mendiskusikan yang dikaitkan dengan kausalitasnya kalau nanti terbukti ada kaitanya dengan kematian tentunya akan ada ancaman lainnya,” tutur Penny.
Selain itu, BPOM mencabut sertifikat CPOB untuk fasilitas produksi milik Yarindo Farmatama dan Universal Pharmaceutical Industry. Sertifikat CPOB adalah dokumen bukti sah bahwa industri farmasi telah memenuhi persyaratan dalam membuat satu jenis obat.
Penny menjelaskan, pencabutan itu dilakukan seusai BPOM bersama Bareskrim Polri melakukan operasi bersama sejak Senin 24 Oktober 2022. “Dua industri farmasi itu diduga menggunakan pelarut propilen glikol yang mengandung EG dan DEG di atas ambang batas,” ujar Penny.
Menurut Penny, hal itu merupakan respons cepat BPOM sehubungan dengan kasus gagal ginjal yang diduga berkaitan dengan cairan EG dan DEG. BPOM, kata dia, sudah melakukan serangkaian kegiatan mulai dari pengawasan, sampling, pengujian, dan pemeriksaan untuk mengantisipasi berbagai hal.
Baca juga: Alasan BPOM Cabut Sertifikat 2 Industri Farmasi
<!--more-->
Temuan terhadap dua perusahaan tersebut, Penny berujar, sudah masuk ke ranah penindakan. Selain itu, BPOM menemukan bukti bahwa industri farmasi tersebut telah melakukan perubahan bahan baku propilen glikol dan sumber pemasoknya tanpa melalui proses kualifikasi pemasok dan pengujian bahan baku.
“Yang seharusnya pengujian itu dilakukan oleh para produsen tersebut sesuai dengan ketentuan standar yang ada yang sudah ditegakkan bersama BPOM,” ucap Penny.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan pihaknya belum menetapkan tersangka dalam kasus ini. Dedi menyatakan tim gabungan penanganan kasus gagal ginjal akut masih melakukan pengambilan sampel pasien, berupa obat sirup yang diminum, sampel darah dan sampel urine, serta rekam medis dokter yang merawat pasien.
Sampel itu diambil dari seluruh pasien di Indonesia. “Masih proses penyelidikan, antara BPOM, Kemenkes, dan penyidik masih mempelajari hasil sampel dari laboratorium di seluruh Indonesia yang ada pasien gagal ginjal,” kata Dedi.
Menurut Dedi, sampel pasien gagal ginjal akut yang dikumpulkan oleh tim gabungan bakal dibawa ke Jakarta untuk diuji di Labfor Polri untuk menelusuri penyebab gagal ginjal yang dialami oleh pasien.
“Jadi setiap daerah berbeda-beda kasusnya, makanya empat sampel itu dikumpulkan semua dibawa ke Jakarta untuk diteliti. Setelah itu dianalisis dan dirapatkan dengan para ahli, baru nanti dibuat suatu kesimpulan,” kata dia.
Baca juga: BPOM Temukan Bahan Obat yang Mengandung EG dan DEG Berasal dari Produsen Thailand
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini